REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor PT Lippo Karawaci Tbk, di Menara Matahari, Tangerang, Banten, Rabu (17/10). Penggeledahan ini masih terkait penyidikan kasus dugaan suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi.
"Tim KPK masih berada di lokasi," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Rabu (17/10).
Febri belum mengetahui dokumen apa saja yang disita dari penggelahan karena tim masih berada di lokasi. Ia pun belum mengetahui apakah ada penggeledahan di lokasi lain. "Belum ada info lokasi lain," ujarnya.
Proyek Meikarta memiliki hubungan dengan PT Lippo Karawaci Tbk, salah satu jaringan bisnis James Riady. Penggarap proyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama, merupakan anak usaha dari PT Lippo Cikarang Tbk. Sementara PT Lippo Cikarang Tbk adalah anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk.
Kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), yang mengerjakan Meikarta, Denny Indrayana, menyampaikan siap bekerja sama dengan KPK terkait kasus ini. Ia menyatakan PT MSU merupakan korporasi yang menjunjung tinggi prinsip good corporate governance dan antikorupsi.
“PT MSU telah dan terus berkomitmen untuk menolak praktik-praktik korupsi, termasuk suap dalam berbisnis,” kata dia melalui siaran pers yang diterima Republika, Selasa.
Langkah pertama yang dilakukan PT MSU, yakni melakukan investigasi internal yang independen dan obyektif untuk mengetahui fakta yang terjadi. Ia menegaskan PT MSU tidak menoleransi jika memang ada penyimpangan atas prinsip antikorupsi.
“Kami tidak akan segan-segan untuk memberikan sanksi dan tindakan tegas kepada oknum yang melakukan penyimpangan tersebut, sesuai ketentuan hukum kepegawaian yang berlaku,” kata Denny.
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/10). (Antara)
Pada Senin (15/10) kemarin dulu, KPK menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022, Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya.
Mereka, yakni dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ). Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Neneng Hasanah dan anak buahnya diduga menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta . Diduga pemberian terkait izin proyek seluas total 774 ha itu dibagi ke dalam 3 tahap, yaitu tahap pertama 84,6 ha, tahap kedua 252,6 ha dan tahap ketiga 101,5 ha.
Pemberian dalam perkara ini diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp 13 miliar, melalui sejumlah Dinas, yaitu: Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.
KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada bulan April, Mei dan Juni 2018. Keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks.
Megaproyek Meikarta memlliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Karena itu, dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga Iahan makam.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif didampingi penyidik KPK bersiap memperlihatkan barang bukti sejumlah uang kasus korupsi perizinan proyek pembangunan Meikartad di Gedung KPK ,Jakarta, Senin (15/10). (Republika/Mahmud Muhyidin)
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Billy, Taryadi, Fitra dan Henry Jasmen disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara yang diduga menerima suap, Neneng, Jamaludin, Sahat, Dewi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Neneng mendapat pasal tambahan yakni diduga penerima gratifikasi dan disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.