Rabu 17 Oct 2018 13:57 WIB

Indeks Daya Saing Global AS Peringkat Satu, Bagaimana RI?

Indonesia berada di bawah Thailand.

 Pekerja sedang berjalan pada kawasan pusat bisnis di Jl Sudirman, Jakarta.
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja sedang berjalan pada kawasan pusat bisnis di Jl Sudirman, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Daya Saing Global atau Global Competitiveness Index 4.0 dengan metodologi baru edisi 2018 yang dirilis World Economic Forum (WEF) di Jenewa, Swiss, Selasa (16/10) menempatkan Indonesia di peringkat 45 dari 140 negara. Indonesia berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand yang masing-masing menempati posisi kedua, 25 dan 38.

Laporan daya saing global 2018, menyebutkan di tengah perubahan teknologi yang cepat, polarisasi politik dan pemulihan ekonomi yang rapuh, sangat penting untuk mendefinisikan, menilai, dan mengimplementasikan jalur baru pertumbuhan dan kemakmuran. Dengan produktivitas menjadi penentu paling penting dalam pertumbuhan dan pendapatan jangka panjang, Global Competitiveness Index 4.0 baru menyoroti serangkaian faktor penting yang muncul untuk produktivitas dalam Revolusi Industri Keempat (4IR).

Perubahaan metodologi dalam pemeringkatan WEF, yang lebih berorientasi menuju pertumbuhan berbasis teknologi di masa depan, juga telah menggusur Swiss di peringkat pertama daya saing global yang telah bertengger selama sembilan tahun berturut-turut. Swiss mundur ke tempat keempat, digantikan oleh Amerika Serikat.

Peringkat tahun lalu, dengan metodologi yang berbeda, menempatkan Amerika Serikat di posisi kedua ekonomi paling kompetitif di dunia. Selanjutnya, peringkat kedua diduduki oleh Singapura, posisi ketiga ditempati Jerman, posisi keempat Swiss dan kelima Jepang.

"AS mendapat nilai 85,6 yang pada dasarnya berarti itu masih sekitar 14 poin dari batas daya saing," kata Saadia Zahidi, seorang anggota dewan pelaksana WEF seperti dikutip oleh Reuters.

Menurutnya, Amerika Serikat adalah sebuah pusat inovasi dengan tenaga kerja yang fleksibel dan pasar yang besar. "Mereka cukup baik dalam hal institusi tetapi ada juga banyak tanda-tanda yang mengkhawatirkan," kata Zahidi.

"AS adalah salah satu ekonomi G20 peringkat terendah ketika datang ke kesehatan, ada kekhawatiran tentang kebebasan pers, ada kekhawatiran tentang independensi peradilan ... faktor-faktor lebih lemah yang dapat memiliki implikasi bagi daya saing negara dalam jangka panjang," ujarnya.

Namun pakar WEF itu menyangkal analisis telah diubah untuk menyanjung Presiden AS Donald Trump, yang menjadi orang paling penting di pertemuan tahunan WEF di Davos pada Januari lalu, yang membawa pesan "America First" kepada para elite dunia. "Indeks lama dan indeks baru adalah apel dan jeruk. Alasan indeks baru telah dibangun adalah karena kita sudah belajar begitu banyak tentang apa yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan dalam jangka panjang," kata Zahidi.

Sebanyak 98 indikator dalam indeks diambil dari lembaga-lembaga internasional dan survei para eksekutif perusahaan dan sebagian besarmencerminkan kebijakan jangka panjang, seperti berinvestasi dalam keterampilan digital. Itu berarti Swiss butuh waktu untuk memenangkan kembali peringkat pertama. Zahidi mengatakan itu adalah pilar inovasi tetapi diperlukan bekerja pada pola pikir kewirausahaan.

Berikut adalah 30 negara teratas dalam peringkat daya saing global, menurut WEF.

1. Amerika Serikat

2. Singapura

3. Jerman

4. Swiss

5. Jepang

6. Belanda

7. Hong Kong

8. Kerajaan Inggris

9. Swedia

10. Denmark

11. Finlandia

12. Kanada

13. Taiwan

14. Australia

15. Korea Selatan

16. Norwegia

17. Prancis

18. Selandia Baru

19. Luksemburg

20. Israel

21. Belgia

22. Austria

23. Irlandia

24. Islandia

25. Malaysia

26. Spanyol

27. Uni Emirat Arab

28. Cina

29. Republik Ceko

30. Qatar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement