REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih melakukan kajian terkait struktur tanah dan kondisi geologi untuk rekonstruksi di Kota Palu, Donggala, Sigi yang terdampak gempa dan tsunami beberapa waktu lalu. Kajian itu dilakukan untuk memetakan wilayah mana saja yang aman dan tidak untuk dihuni kembali.
Kepala Badan Geolog Rudi Suhendar memastikan untuk lokasi yang sudah terkena likuefaksi tidak layak dibangun kembali. Seperti Petobo, Balaroa, dan Jenogo, tetapi untuk daerah lainnya masih relatif aman untuk dihuni.
"Yang lainnya sedang kami kaji, namun pada dasarnya diluar ketiga lokasi bukan tidak boleh, bisa dihuni dengan beberapa persyaratan dan bahkan sebagian kota relatif aman saya kira. Kita bisa lihat fakta di lapangan, tidak hancur semua. Kalau pindah kota kan bukan hanya pemerintahannya saja," kata Rudi saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (16/10).
Dia mengungkapkan, hasil kajian dan pemetaan tersebut nantinya akan diserahkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR) untuk kemudian dijadikan acuan. Dia menargetkan, pemetaan tersebut akan rampung pada awal bulan November 2018.
"Tim saya sedang di lapangan, lumayan cukup luas sehingga perlu waktu. Kami masih punya waktu 3 minggu yang diberikan oleh tim PUPR," kata Rudi.
Diketahui saat ini pemerintah tengah merencanakan relokasi besar-besaran dari daerah-daerah rawan bencana Kota Palu dengan membangun Kota Palu Baru. Menurut Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, pemerintah memperkirakan relokasi sejumlah wilayah di Palu itu memakan biaya hingga Rp 6 triliun.
"Rencana induk (pembangunan)-nya belum jadi, tapi diperkirakan (biayanya) kira-kira Rp 5 triliun-Rp 6 triliun," jelas dia kemarin. Menurut dia, yang menjadi fokus relokasi sejauh ini adalah daerah yang terkena likuefaksi, khususnya di Petobo dan Balaroa.