REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) suap terkait dengan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. OTT kasus suap proyek Meikarta ini ternyata juga mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo (Jokoowi).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengakui bahwa Presiden Jokowi sampai meneleponnya untuk menanyakan kasus tersebut. "Kejadian-kejadian itu hampir semuanya melibatkan Dinas PUPR, ya, 'kan? Kalau ada namanya PUPR, Presiden pasti telepon saya, padahal itu 'kan bisa saja provinsi atau kabupaten/kota bukan ada hubungan kementerian. Istri saya saja menelepon, padahal kalau dinas itu (di bawah) bupati, di SKPD (satuan kerja perangkat daerah), jadi namanya Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang bukan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat," ungkap Basuki di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (16/10).
Menurut Basuki, area kerjanya di bidang pembangunan memang lahan yang rawan terhadap korupsi. "Makanya, di PU itu saya bilang 'dekat dengan surga, tidak jauh dari neraka' karena kalau niatnya baik, cari air, daerah kering dapat air, ya, dapat pahala. Akan tetapi, kalau tergelincir seperti itu, ya, sudah habis, jadi rentan sekali," paparnya.
Pada hari Senin (15/10) KPK menetapkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen sebagai tersangka dugaan suap terkait dengan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Mereka diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada hari Ahad (14/10) hingga Senin (15/10) dini hari.
Billy dan rekan-rekannya diduga memberikan suap Rp 7 miliar dari total commitment fee sebesar Rp13 miliar untuk mengurus banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam yang diberikan melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Lingkungan Hidup, Pemadam Kebakaran, dan DPM-PTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu).
KPK pun menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022 Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi sebagai tersangka penerima suap.
KPK menduga pemberian suap itu terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Realisasi pemberiaan sekitar Rp 7 miliar itu melalui beberapa kepala dinas pada bulan April, Mei, dan Juni 2018 terkait dengan rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan.