Senin 15 Oct 2018 07:20 WIB

Memahami Pentingnya Hidup Harmonis dengan Bencana

Peraturan zonasi sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Muhammad Hafil
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimulyono mmberikan arahan saat seminar nasional di kampus UGM, DI Yogyakarta, Senin (17/7).
Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimulyono mmberikan arahan saat seminar nasional di kampus UGM, DI Yogyakarta, Senin (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menekankan pentingnya masyarakat untuk bisa hidup harmonis dengan bencana. Apalagi Indonesia merupakan negara yang berada di cincin api sehingga rawan gempa bumi dan tsunami.

Hidup harmonis dengan bencana telah lama dilakukan masyarakat Indonesia seperti di Maros, Sulawesi Selatan rumah yang dibangun adalah rumah panggung dan terdapat perahu. "Ternyata untuk antisipasi banjir saat musim hujan. Rumah mereka tidak tergenang dan tetap bisa beraktivitas menggunakan perahu," katanya melalui keterangan tertulis, Ahad (14/10).

Dalam membangun gedung, sejumlah regulasi telah diterbitkan mulai dari Rencana Tata Ruang yang mengatur zona mana yang bisa dan tidak bisa dibangun hingga persyaratan teknisnya. Peraturan zonasi sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang selain perijinan, pemberian insentif dan disinsentif serta sanksi.

"Pertama zonasi harus dipatuhi, kedua building code. Bila itu bisa dilakukan akan mengurangi risiko bencana. Kalau infrastruktur PUPR yang dibangun tentunya akan mematuhi kedua hal tersebut," ujarnya.

Kementerian PUPR pada 2013 telah membangun rumah contoh tahan gempa dengan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha) sebanyak delapan unit dan Rumah Instan Kayu (Rika) sebanyak empat unit yang lokasinya berada di Petobo, Sulawesi Tengah, sekitar satu kilometer (km) dari lokasi terjadinya Likuifaksi. Meski mengalami guncangan gempa magnitude 7,4 pada 28 September lalu, rumah Risha dan Rika ini tidak mengalami kerusakan.

Dalam penyiapan masterplan relokasi rumah warga yang rusak, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah dan Satgas Penanggulangan Bencana Sulawesi Tengah Kementerian PUPR, Kementerian ATR, Badan Geologi, Bappenas, Kanwil BPN dan Pemda telah melakukan survei di tiga lokasi. Yakni,  lokasi Duyu (78 hektare), Tondo (88 hektare) dan Pombewe (210 hektare).

"Selanjutnya akan menunggu hasil penelitian tanah dan kondisi geologi lebih detail dari Badan Geologi dan Pusat Studi Gempa Nasional, agar bisa dipastikan lokasi untuk relokasi benar-benar aman," ujar Hadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement