REPUBLIKA.CO.ID, DONGGALA -- Di lapangan berukuran kurang lebih 80x90 meter yang ada di Desa Wombo Kalonggo, Tanantovea, Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) kini berdiri tenda-tenda pengungsian. Sebelum terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami yang menerjang Sulteng, lapangan tersebut rencananya akan dijadikan sarana olahraga berupa lapangan sepak bola oleh para warga.
Setiap sore, biasanya para pemuda di Desa Wombo Kalonggo bermain sepak bola di lapangan tersebut. Hampir setiap hari mereka berlari menggunakan sepatu sepak bola di lapangan yang saat ini bertekstur keras karena konturnya terdiri dari tanah dan bebatuan.
"Untung ini lapangannya belum ditimbun tanah semua. Jadi masih banyak batu-batu. Kalau tidak becek sudah," ungkap Usman (39 tahun), seorang warga Desa Wombo Kalonggo, saat hujan mengguyur wilayah pengungsian tersebut, Sabtu (13/10) petang.
Usman mengaku, sering menonton sepak bola di lapangan tersebut. Anak-anak muda, mulai dari anak umur sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan remaja lainnya sering beradu keahlian mengolah si kulit bundar di sana. Tak jarang pula remaja-remaja itu beradu tanding dengan dusun-dusun tetangga.
Keaktifan warga dalam berolahraga, terutama bermain sepak bola, menjadi salah satu alasan lapangan tersebut diputuskan untuk diperbaiki. Di sisi-sisi lapangan, memang telah terlihat pondasi berupa dinding dari bebatuan dan semen setinggi kurang lebih satu meter. Dinding-dinding itu nantinya akan dijadikan pondasi untuk tanah yang akan ditimbun di sana.
Sekretaris Desa Wombo Kalonggo, Sutrisno (32), menjelaskan, tanah lapang tersebut merupakan tanah warga. Kemudian dihibahkan untuk dijadikan lapangan bola. Lapangan tersebut sudah menjadi milik warga sejak tahun 2007, pada saat terjadinya pemekaran wilayah di sana.
"Akan ditimbun tanah tahun ini. Kita ada anggaran sebenarnya dari dana desa untuk anggaran timbunan ini sekitar Rp 48 juta. Khusus untuk timbunan memang. Cuma tunggu dana itu turun," kata Sutrisno sembari duduk menunggu hujan reda.
Sutrisno menjelaskan, desanya setuju lapangan tersebut dibangun lapangan sepak bola menggunakan dana desa agar anak-anak di desanya memiliki kegiatan olahraga. Selain itu, kata dia, dari pihak Kementerian Desa juga memang ada prioritas pembangunan ke sarana olahraga, di samping sarana untuk ekonomi.
"Ada juga kita jalan kantong produksi. Terus ada juga pengairan irigasi untuk persawahan dari dana desa itu," terangnya.
Keputusan itu diambil melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) tingkat desa. Setelah melalui Musrembang tingkat desa, barulah kemudian diajukan ke kecamatan untuk kemudian diverifikasi dan disetujui perencanaannya.
"Kalau emang disetujui, itu sudah. Lapangan bola, terus jalan kantong produksi kemarin kita sudah kerja sekitar 1.000 meter. Mungkin tahap ketiga ini 1.000 meter lagi. Tinggal tunggu dana," jelas dia.
Dengan dijadikannya lapangan tersebut sebagai tempat pengungsian, maka pembangunan lapangan sepak bola dihentikan terlebih dahulu. Sutrisno berharap, pemerintah pusat dapat membantu warganya dalam memperbaiki rumah-rumah milik warga agar mereka bisa kembali beraktivitas.
"Mungkin bantuan turun kemari bagaimana caranyalah biar warga kita ini bisa beraktivitas lagi karena sekarang masyarakat masih trauma. Belum berani pulang ke rumah walaupun rumahnya ada yang tidak rubuh," ujar dia.
Sutrisno juga berpesan kepada warganya untuk tetap selalu waspada. Jika sudah ada yang bisa beraktivitas kembali, ia harap lekas beraktivitas agar ekonomi warga kembali stabil. Aktifitas warga, kata dia, berkurang sejak terjadinya bencana beberapa waktu lalu karena merasa takut.
"Dan harus tetap semangat. Itu yang terutama. Harus ada semangat warga-warga ini (untuk menjalani kehidupan ke depan)," katanya.