REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- "Orang tua juga bisa bangkit (dari trauma) melihat anak-anak seperti ini, tidak ketakutan," ungkap Astriani Ari (37 tahun), melihat anak-anak di Posko Pengungsian Dusun Wombo Kalonggo, Tanantovea, Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), kembali ceria dan tertawa.
Jumat (12/10) sore, Marjani (29) datang ke lokasi pengungsian yang baru saja selesai diguyur hujan sejak siang itu. Dengan membawa boneka, buku, dan peralatan sulap, ia hadir untuk menghibur anak-anak yang berada di sana.
Kedatangan Kak Jani, begitu sapaannya, tidak diprediksi oleh para pengungsi sebelumnya. Yayasan Baitul Maal (YBM) PLN yang mengundang Kak Jani tidak memberi tahu para pengungsi soal akan adanya pendongeng yang akan hadir menghibur anak-anak mereka.
Kak Jani merupakan pendongeng dari Gerakan Para Pendongeng untuk Kemanusiaan (Geppuk). Dalam sepekan terakhir, ia telah mendongeng di kurang lebih delapan titik posko pengungsian yang ada di Sulteng. Dusun Wombo Kalonggo menjadi destinasi berikutnya.
Selama kurang lebih satu jam Kak Jani menghibur anak-anak di sana. Pada awal kedatangannya, suasana di posko pengungsian tersebut sepi dan terasa dingin. Setelah Kak Jani bercerita, suasana berangsur ramai karena suara tawa dan teriakan anak-anak yang berkumpul di tengah area pengungsian. Cara Kak Jani bercerita dan bermain memang menuntut anak-anak tersebut untuk aktif berpartisipasi.
Di luar dugaan Kak Jani, para orang tua yang ada di posko pengungsian di sana juga ikut menyaksikan ceritanya dan turut tertawa pula. Ia menjadi pusat perhatian di sore yang hangat karena sinar matahari yang perlahan muncul dari awan berwarna abu-abu.
"Mereka ini, goyangan sedikit saja sudah takut. Semua tidak mau sudah bermain seperti ini, semua lari ke tenda. Ini makanya saya alhadulillah, bagus untuk anak-anak," ujar Astriani dengan memasang senyum lebar dan suara sedikit bergetar.
Warga asli Dusun Wombo Kalonggo itu pun berharap, kegiatan seperti ini lebih banyak dilakukan supaya anak-anak menjadi lebih bersemangat. Ia tidak ingin anak-anak terus merasa takut dan ingin anak-anak lebih berani lagi.
"Anak-anak yang paling trauma di sini. Anak-anak juga belum sekolah. Diisi dengan kegiatan seperti ini, biar mereka bisa belajar," jelas dia.
Pada kesempatan ini, Kak Jani mengaku memilih dongeng fable. Ia mengangkat pesan moral seperti hidup harus saling berdampingan, harus berbakti dan mencintai orang tua, dan pesan moral yang penting untuk diketahui oleh anak-anak.
"Walaupun sebenarnya itu cerita untuk anak TK, binatang-binatang, tapi semua ikut bahagia. Termasuk orang tuanya juga. Apalagi anak-anaknya, semuanya terhibur," kata Kak Jani.
Setelah selesai berdongeng dan bermain sulap dengan anak-anak, Kak Jani jadi memiliki penggemar baru. Ia diajak berfoto dan berswafoto oleh anak-anak dan bahkan orang tua anak-anak tersebut di sana. Wajah semua orang di sana tidak lepas dari senyuman. Gigi-gigi mereka kerap terlihat, bahkan yang ompong sekali pun tidak malu-malu untuk tersenyum dan tertawa.
"Semuanya aktif berperan. Orang tua ada yang ikut terhibur. Bahkan juga bisa menjadi trauma healing buat orang tua juga selain anak-anaknya. Bahagia banget saya, luar biasa," ungkap warga Pondok Gede, Bekasi, itu.
Koordinator Lapangan Posko Pengungsian Dusun Wombo Kalonggo, Zulfikar (33), merasa bersyukur ada kegiatan serupa ini. Warga Dusun Wombo Kalonggo itu mengatakan, ekspresi anak-anak di posko pengungsian hari ini sangat berbeda dengan ekspresi mereka di hari-hari biasa.
"Ahamdulillah, ini kan masa trauma anak-anak ini jelas terasa sekali. Artinya dengan adanya program ini, saya tadi melihat ekspresi anak-anak ini luar biasa dan berbeda sekali dengan hari biasa," kata dia.
Sama seperti Astriani, ia juga merasa sangat senang ketika melihat anak-anak di pengungsian itu senang. Karena itu, ia berharap kegiatan seperti ini terus diadakan setiap harinya.