Sabtu 13 Oct 2018 06:19 WIB

Malaysia Lawan Cina Soal Muslim Uighur

Selama ratusan tahun, orang Uighur melarikan diri dari

Muslim Uighur
Foto:

Legalisasi institusi lokal tersebut disertakan dalam amendemen regulasi sebelumnya yang melarang penggunaan “simbol-simbol ekstremisme”, seperti janggut yang dipanjangkan, jilbab bagi perempuan, serta keengganan menonton televisi nasional atau mendengarkan radio nasional.

Beleid baru juga membolehkan pemerintah lokal menerapkan hukuman yang lebih keras terhadap aktivitas yang dianggap terkait ekstremisme. Teguran dari aparat keamanan bagi pelanggaran-pelanggaran ringan, misalnya, akan diganti.

“Amendemen terbaru kini mengizinkan otoritas memberikan hukuman lebih berat,” kata pakar studi etnis Xiong Kunxin, seperti dikutip Global Times. Ia tak memerinci hukuman tersebut.

Di antara tindakan ekstremisme tersebut adalah kegiatan yang mengganggu kebebasan beragama warga lain atau pertunjukan publik kegiatan kebudayaan. Selain itu, mengenakan tanda-tanda yang dianggap mendukung ekstremisme atau perusakan fasilitas umum juga dikenai hukuman.

Selama ratusan tahun, orang Uighur melarikan diri dari kerusuhan dan melarikan diri secara sembunyi-sembunyi melalui Asia Tenggara ke Turki. Warga Uighur di Malaysia sendiri adalah bagian dari kelompok yang berjumlah lebih dari 200 orang yang ditahan di Thailand pada 2014.

Meskipun mereka mengidentifikasikan diri sebagai warga Turki dan minta untuk dikirim ke sana, lebih dari 100 orang dipaksa kembali ke Cina pada Juli 2015 dan memicu kecaman internasional. Pada Februari, Malaysia mengatakan akan mempertimbangkan permintaan Cina untuk mengekstradisi 11 orang ini.

Penahanan mereka pun terjadi pada masa jabatan Najib Razak, tapi Mahathir sebagai perdana menteri yang baru secara vokal mendukung komunitas Muslim untuk tidak mengalami penganiayaan.

Baru-baru ini Mahathir bahkan mengkritik Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar atas penuntutan Nobel Perdamaian yang dimiliki terhadap krisis Rohingya. "Kami tidak benar-benar mendukungnya lagi," ujarnya.

Langkah ini dinilai akan memberi tekanan pada hubungan Malaysia dan Cina. Hal ini telah terjadi sebelumnya sejak Mahathir Mohamad menjadi perdana menteri dan membatalkan proyek dengan nilai lebih dari 20 miliar dolar AS yang diserahkan kepada perusahaan-perusahaan Cina. (ed: fitriyan zamzami)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement