Kamis 11 Oct 2018 14:47 WIB

10 Kecamatan di Kota Bandung Rawan Likuefaksi

Rawan likuefaksi karena memiliki kontur tanah yang berpasir atau kandungan lumpur.

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Esthi Maharani
Foto udara suasana kerusakan akibat pencairan (likuefaksi) tanah yang terjadi di Desa Jono Oge, Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Foto udara suasana kerusakan akibat pencairan (likuefaksi) tanah yang terjadi di Desa Jono Oge, Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kota Bandung merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki kerawanan akan bencana alam. Sebanyak 10 kecamatan pun disebut rawan akan fenomena alam likuefaksi, seperti yang terjadi di Sulawesi Tengah.

Hal ini dipaparkan oleh Kasubit Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappelitbang Kota Bandung Andry Heru Santoso dalam "Bandung Menjawab" di Taman Sejarah Balai Kota Bandung, Kamis (10/10). Andry menyebutkan, 10 kecamatan tersebut rawan likuefaksi karena memiliki kontur tanah yang berpasir atau memiliki kandungan lumpur. Kondisi ini mirip dengan daerah Kota Palu dan Donggala yang beberapa waktu lalu diguncang gempa yang disusul fenomena likuefaksi.

"Tanah yang dulunya sifatnya lumpur atau berpasir bisa ambles keluar seperti air. Rumah-rumah penduduk itu bisa terserap ke bawah tanah. Ada 10 kecamatan yang tanahnya berpotensi besar likuefaksi efek dari gempa bumi," kata Andry.

Ia menyebutkan, 10 kecamatan itu, yakni Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astana Anyar, Regol, Lengkong, Bandung Kidul, Kiaracondong, dan Antapani. Kerawanan ini berhasil diidentifikasi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Bappeda (sekarang Bappelitbang), pusat mitigasi bencana ITB, dan United Nation PBB. Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu tahun 1992 hingga 2000.

Menurutnya, informasi ini disampaikan bukan untuk membuat masyarakat menjadi ketakutan. Tapi, lebih pada kesiapan sejak dini akan potensi bencana alam tersebut. Sebab, dengan mengetahui lebih awal, masyarakat bisa mempersiapkan diri dan tahu langkah yang harus dilakukan untuk perlindungan.

"Artinya, ini semacam awal kita supaya masyarakat bisa mengantisipasi dan melakukan simulasi seandainya terjadi gempa. Kita sudah tahu bahwa fenomena gempa akan berulang. Kejadian gempa juga tidak tahu kapan, tapi untuk mempersiapkan diri lebih baik," tuturnya.

Senada dengan itu, Kepala Bidang Penanggulangan Bencana pada Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar PB) Kota Bandung Sihar Pandapotan Sitinjak mengatakan, Kota Bandung memang memiliki kerawanan akan bencana gempa bumi. Apalagi, titik sesar Lembang yang aktif ini hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Bandung.

Sihar menyatakan, sebagai bagian dari pemerintah, pihaknya bertugas memberikan sosialisasi kepada masyarakat. Secara rutin Diskar PB memberikan pelatihan mitigasi bencana ke banyak kalangan.

"Kami melakukan simulasi di gedung-gedung tinggi, di hotel-hotel, sekolah, dan mal. Itu selalu setiap bulannya seminggu dua kali ada permohonan untuk sosialisasi dan simulasi," ujar Sihar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement