Rabu 10 Oct 2018 03:10 WIB

KPK: Jumlah Suap Labuan Batu Rp 48 Miliar

KPK mengungkap uang suap yang diterima Bupati nonaktif Labuhanbatu Pangonal Harahap.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Bupati Labuhanbatu nonaktif Pangonal Harahap memakai rompi tahanan berjalan keluar ruangan seusai menandatangani berkas perpanjangan penahanan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/9).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Bupati Labuhanbatu nonaktif Pangonal Harahap memakai rompi tahanan berjalan keluar ruangan seusai menandatangani berkas perpanjangan penahanan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan total uang suap yang diterima Bupati nonaktif Labuhanbatu Pangonal Harahap mencapai Rp48 miliar. Uang yang diterima Pangonal itu terkait dengan proyek Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2016, 2017, hingga 2018.

"Jadi setelah proses penyidikan kami melakukan identifikasi proyek-proyek lain, dan juga identifikasi aset-aset, kami menduga total penerimaan sejauh ini sekitar Rp48 miliar," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (9/10).

Febri menuturkan awalnya  Pangonal diduga menerima suap sebesar Rp500 juta terkait proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Uang itu diduga bagian dari total komitmen fee sebesar Rp3 miliar yang diminta Pangonal.

Pangonal ditetapkan sebagai tersangka suap. Dia bersama-sama Umar Ritonga dan Thamrin Ritonga, orang kepercayaannya, menerima suap dari pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra. Uang suap diberikan agar proyek dikerjakan perusahaan Effendy.

KPK kembali menetapkan orang kepercayaan Bupati nonaktif Labuhanbatu Pangonal Harahap, Thamrin Ritonga sebagai tersangka suap proyek di Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu. Thamrin yang merupakan tersangka keempat dalam kasus ini  diduga bersama-sama Pangonal menerima uang terkait proyek-proyek di Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

"KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup dan melakukan penyidikan baru dengan tersangka TR, pihak swasta," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (9/10).

Penetapan Thamrin berdasarkan surat perintah penyidikan tertanggal 8 Oktober 2018. Thamrin diduga menerima uang dari pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra, yang juga tersangka dalam kasus ini.

Febri mengatakan, Thamrin diduga berperan menjadi penghubung terhadap Effendy terkait permintaan dan penerimaan uang sejumlah Rp500 juta pada 17 Juli 2018 lalu. Selain itu, Thamrin diduga mengkoordinir di Labuhanbatu, terutama proyek untuk tim sukses Pangonal.

Atas perbuatannya itu, Thamrin disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelumnumya KPK  sudah menetapkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harhap, Umar Ritonga selaku pihak swasta dan Effendy Syahputra selaku pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA).

Atas perbuatannya, Pangonal dan Umar dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Effendy dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement