Selasa 09 Oct 2018 07:38 WIB

Hoaks Ancam Sila Kedua Pancasila

Hoaks sejak awal penggunaannya sudah bersifat negatif, jahat, dan gelap.

Ahmad Syafii Maarif
Foto: Republika/Daan
Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Syafii Maarif

Hoax atau diindonesiakan menjadi 'hoaks' yang berarti berita bohong, palsu, atau tipuan yang sengaja diciptakan orang yang tunamoral untuk meraih sebuah tujuan, apakah itu politik, ekonomi, dan kejahatan, atau sekadar buat lelucon. Usia istilah ini kabarnya bisa dilacak dalam sejarah Eropa abad ke-17.

Adalah Thomas Ady dalam karyanya berjudul Candle in the Dark,or a Treatise of Witches & Witchcraft (1656), salah satu karya awal tentang hocus pocus, asal mula perkataan hoax itu. Terjemahan judul buku ini adalah “Lilin dalam Kegelapan, atau sebuah Risalah tentang Pesihir Perempuan dan Ilmu Sihir”. Dengan demikian, 'hoaks' sejak awal penggunaannya sudah bersifat negatif, jahat, dan gelap sehingga perlu diberi cahaya.

Hocus pocus (bahasa Latin) yang berarti tipuan, kelicikan, atau permainan sulap. Maka jika ada manusia yang bangga sebagai pencipta 'hoaks' itu pastilah ada sesuatu yang tidak beres dalam jiwanya atau memang dipakai keahlian jahatnya itu untuk maksud yang jahat pula. 

Pada era politik pascakebenaran yang sedang melanda jagat raya sekarang, masyarakat pada umumnya mudah menjadi rentan dan tertipu oleh berita dusta, apalagi jika disampaikan berulang-ulang. Oleh sebab itu, kewaspadaan dan kecerdasan kita perlu selalu diasah agar tidak menjadi korban 'hoaks' dengan sia-sia.

Demikianlah agar masyarakat Indonesia tidak terus dirusak oleh maksud-maksud jahat ini, sore kemarin saya kirim pesan via WA kepada Kapolri: “Pak Kapolri Yth. Mhn Polri cukup arif menyikapi kasus RS, krn semuanya bisa diputar balik. Trim. Maarif.” Sembilan menit kemudian, Kapolri menjawab: “Siap Buya. Polri akan obyektif dan profesional. Wass.” 

Pada pukul 21.52, hari yang sama, Kapolri kirim pesan WA lagi yang berbunyi: “Asww Buya. Kalau mgkin buya kasih masukan ke pak Jkw juga. Dan Buya membuat pernyataan yg mendinginkan publik agar kontestasi berjalan sehat sesuai prinsip2 demokrasi. Wass.”

Kita semua berharap bahwa kasus RS ini adalah kasus individual, tidak ada pihak lain yang bermain di belakangnya, sehingga bisa dilokalisasi sebatas yang bersangkutan saja. Di media sosial sejak beberapa hari ini telah berkeliaran tafsiran-tafsiran liar yang bisa merusak semangat integrasi nasional, sesuatu yang wajib dihindari. 

Demokrasi Indonesia yang dengan susah payah dibangun kembali, jangan sampai berantakan lagi oleh sikap-sikap yang tidak patriotik yang mungkin dilakukan sementara pihak. Harapan Kapolri sungguh menjadi harapan kita semua “agar kontestasi berjalan sehat sesuai prinsip2 demokrasi”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement