Senin 08 Oct 2018 14:29 WIB

Batik Lasem Ikut Mejeng di IMF-WB Bali

Lasem adalah batik tulis asal Rembang, Jawa Tengah yang banyak diburu kolektor

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Batik Lasem salah satu kain tradisional Nusantara yang ikut dipamerkan di Paviliun Indonesia dalam Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) - Bank Dunia (World Bank) 2018 Bali.
Foto: MUTIA RAMADHANI
Batik Lasem salah satu kain tradisional Nusantara yang ikut dipamerkan di Paviliun Indonesia dalam Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) - Bank Dunia (World Bank) 2018 Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Delegasi dan peserta Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) - Bank Dunia (World Bank) 2018 di Bali tidak hanya disibukkan dengan aktivitas forum, seminar, dan agenda utama masing-masing lembaga. Mereka juga diajak mengenal Nusantara lewat pameran senin dan kerajinan di Paviliun Indonesia.

Paviliun Indonesia yang bertempat di area Hotel Westin, Nusa Dua bagaikan oase bagi delegasi dan peserta IMF-Bank Dunia di tengah sibuknya kegiatan yang mereka hadiri. Batik Lasem salah satu kekayaan wastra Nusantara yang ikut meramaikan ajang bertaraf internasional tersebut.

Baca Juga

Lasem adalah batik tulis asal Kabupaten Rembang, Jawa Tengah yang motif dan proses pembuatannya sangat detail, rumit, sehingga banyak diburu kolektor. Harga kainnya pun cukup mahal, apalagi jika menggunakan pewarna alami, seperti karya Sri Winarti (42 tahun).

Pembatik asal Desa Babakan, Kecamatan Lasem ini tampak sibuk melayani pertanyaan delegasi yang tertarik mengenal karyanya. Sembari duduk di atas dingklik atau bangku kecilnya, Sri menjawab ramah sembari terus menggoreskan canting ke kain katun yang sudah dilukis motif khas Lasem.

"Batik Lasem adalah batik pesisir dengan warna-warna dominan cerah. Setiap goresan di motifnya mempunyai arti sendiri," kata Sri dijumpai Republika, Senin (8/10).

Salah satu warna khas dari batik Lasem adalah getih pitik atau merah darah ayam. Ini bukan berarti warna merah dihasilkan dari darah ayam asli, melainkan campuran dari bubuk pewarna merah alami dengan air lasem pada zaman dahulu. Warna lain yang kerap menghiasai kain adalah merah, biru, oranye, kuning, dan cokelat.

Batik Lasem biasanya terinspirasi dari tumbuhan, khususnya bunga dan hewan. Motif latohan yang bentuknya seperti rumput laut paling banyak digunakan sejak dulu sampai sekarang. Ada juga motif lung-lungan, motif nongeometris berupa tunas atau kuncup yang menjalar.

"Ketika motif latohan dan lung-lungan digabung di atas kain, ini bisa bermakna kerukunan satu sama lain," kata Sri.

Sri mengaku senang batik Lasem bisa menjadi salah satu kain tradisional Nusantara yang diperkenalkan di pertemuan tahunan dua lembaga ekonomi besar dunia tersebut. Harapannya semakin banyak orang mengenal proses pengerjaan selembar kain batik dengan tingkat kerumitan tinggi. Sri membuat batiknya menggunakan pewarna alami, sehingga membutuhkan kesabaran ekstra. 

Selembar kain batik Lasem sepanjang 2,5 meter dibuat hingga enam bulan. Harganya mulai dari Rp 200 ribu hingga enam juta rupiah. Batik Lasem seolah menebar pesona tersendiri yang membuatnya layak untuk dikoleksi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement