REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya masih memproses kasus kebohongan Ratna Sarumpaet. Namun, tokoh lain yang dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan kasus itu baru Amien Rais. Pemanggilan tokoh lain, seperti Prabowo Subianto, Fadli Zon dan lain-lain masih dipertimbangkan oleh penyidik.
"Ya tentunya kita (subjektivitas) penyidik dong, penyidik yang mengagendakan, penyidik yang lebih tahu, penyidik yang menggelar perkara dan mengetahui kasus ini," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, Jumat (5/10).
Argo enggan berspekulasi kapan tokoh-tokoh lain akan dipanggil. "Kita tunggu saja hari ini adalah agendanya memeriksa bapak Amien Rais," ujar dia. Amien Rais sendiri, berdasarkan pantauan Republika, hingga Jumat (5/10) pukul 15.00 WIB belum tampak hadir ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menyatakan, kdpolisian akan memanggil semua pihak yang terkait dengan kebohongan aktivis Ratna Sarumpaet. Keterangan mereka diperlukan untuk memperjelas peran setiap orang dalam kasus tersebut.
"Semua yang terkait dengan kasus ini akan dimintai keterangan," kata dia.
Setyo belum bisa menuturkan siapa saja yang bakal dipanggil. Jenderal bintang dua itu juga enggan menyebutkan berapa orang yang akan dipanggil untuk mengembangkan kasus tersebut. Kapan waktu pemanggilan orang tersebut pun belum ditentukan.
Kendati demikian, Setyo memastikan, keterangan dari semua pihak termasuk Ratna Sarumpaet dibutuhkan untuk memperjelas konstruksi kasus tersebut, apakah ada penjeratan KUHP, UU ITE maupun pasal hukum lainnya.
"Itu saya bilang nanti akan ada peran orang-orang terkait ini setelah kita mintai keterangan, kumpulkan barang bukti akan terlihat jelas peran masing-masing di dalam kasus ini," ujar Setyo.
Terkait kasus tersebut, Kepolisian telah menerima sejumlah laporan terkait kasus kebohongan penganiayaan aktivis Ratna Sarumpaet. Semua laporan tersebut akan didalami terlebih dahulu oleh kepolisian.
Laporan-laporan yang diterima kepolisian di antaranya ditujukan pada Ratna Sarumpaet sendiri, serta sejumlah tokoh uang dianggap turut menyebarkan kebohongan Ratna Sarumpaet. Tokoh-tokoh itu di antaranya, Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Fadli Zon, Rachel Maryam, Dahnil Anhar Simanjuntak, dan lain-lain.
Ratna sudah dijadikan tersangka pada Kamis (5/10) malam. Ia ditangkap sesaat sebelum bertolak ke Cile di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang.
Baca juga:
- Minta Maaf atas Kasus Ratna, Prabowo: Saya Bertanggung Jawab
- Drama Hoaks Ratna Sarumpaet Diakhiri Sikap Gentleman Prabowo
- Ini Curhatan Prabowo Setelah Dibohongi Ratna Sarumpaet
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menuturkan, Prabowo Subianto bisa diproses hukum terkait cerita hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet bila terdapat kondisi di mana Prabowo patut bisa menduga bahwa cerita yang disampaikan Ratna itu bohong. Bila kondisi itu tidak ada, sia-sia memprosesnya.
"Proses hukum menjadi sia-sia kecuali jika bisa dibuktikan Prabowo dan kawan-kawan patut bisa menduga berita itu merupakan berita bohong, baru dapat diproses. Karena nampaknya Prabowo cs menjadi korban massal pembohongan RS," jelas dia kepada Republika.co.id, Jumat (5/10).
Fickar melanjutkan, Ratna dengan keadaannya seperti sekarang ini memang sudah dijadikan tersangka. Langkah berikutnya yakni proses pembuktian.
Fickar menjelaskan, celah pidana pada Ratna yakni ketika ia menjalin pertemuan dengan tokoh publik seperti Prabowo Subianto, Amien Rais, dan Fadli Zon. Saat pertemuan itu diketahui publik, maka berpotensi menimbulkan keonaran.
"Fakta bahwa dia (Ratna) didatangi oleh beberapa tokoh publik figur seperti Prabowo, yang calon presiden, semestinya menimbulkan dugaan atau kesadaran bahwa informasi yang disampaikannya (ke Prabowo) akan terpublikasi dan sangat potensial menimbulkan keonaran," jelasnya.
Fickar melanjutkan, keadaan demikian menjadi bukti bahwa ada pengetahuan dan kehendak agar berita itu tersebar. "Di titik inilah letak kesalahan (Ratna) sebagai unsur kesengajaannya," terang Fickar.
Ancaman hukuman terhadap hoaks dalam Undang-undang, jelas Fickar, dapat diterapkan bagi penyebaran informasi yang merugikan orang per orang atau kelompok orang. Bila hoaks itu merugikan masyarakat atau kelompok orang, lanjut Fickar, dapat dikenakan Pasal 14 dan 15 UU nomor 1 tahun 1946.
Kronologi Hoaks Ratna Sarumpaet