Kamis 04 Oct 2018 17:51 WIB

Belasan Jurnalis Asia Pasifik Kunjungi Indonesia

Para jurnalis Asia Pasifik menyukai ruangan Si Unyil

Belasan jurnalis Asia Pasifik yang mengunjungi Indonesia
Foto: Istimewa
Belasan jurnalis Asia Pasifik yang mengunjungi Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada suasana pagi yang berbeda di Museum Penerangan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang terletak di kawasan wisata Taman Mini Indonesia Indah hari ini (4/10). Di setiap sudut lantai dasar museum itu terdengar cengkerama pemandu berseragam biru dengan beberapa kelompok turis berpakaian eksentrik, dalam bahasa Inggris.

Mereka semua memegang gelas plastik, welcome drink berwarna coklat muda yang ternyata adalah ramuan beras kencur. Setiap kali menyesap, komentar mengenai rasa jamu tersebut terlontar, “Ini seperti minuman di kampung halaman saya”.

Seorang turis lainnya bahkan mengagumi rasa minuman rempah tersebut hingga menambah satu gelas lagi. Kelompok berbahasa asing tersebut ternyata bukan turis biasa, mereka adalah saudara jauh dari Pasifik Selatan.

Beberapa dari Solomon Islands, dan lainnya adalah jurnalis asal Vanuatu, Samoa, Nauru, Fiji Islands, Kiribati, Tonga dan Papua Nugini. Nama-nama Negara yang terasa asing di telinga para pemandu.

“Perjuangan saya mencapai kota Anda adalah 18 jam penerbangan ke kota Brisbane, 10 jam ke kota Singapura, dan 2 jam ke Jakarta. Desa saya terletak jauh 2300 kilometer di sebelah timur Papua Nugini, cobalah Anda lihat di peta”, ungkap Jason Dowong Harris, asal Nauru kepada salah satu pemandu museum. Hesti (26 tahun) serta-merta membuka aplikasi peta di gawainya dan tertegun.

Sekelompok jurnalis bersemangat menanyai pemandu lainnya perihal peralatan jurnalistik antik yang mereka temui di sekitar area storyline prasejarah. “Jadi apa yang kalian pamerkan disini adalah alat komunikasi yang pernah mewarnai keseharian bangsa Indonesia”, simpul Lilyrose Weiwei, produser radio berkewarganegaraan Vanuatu, ketika Fransisca (35) menjelaskan fungsi penting kentongan bagi desa-desa di Indonesia.

Unik, karena beberapa jurnalis lainnya serta-merta menyebut nama lain alat komunikasi tersebut di negaranya masing-masing. “Ternyata kita seperti saudara jauh, budaya kita sama”, lontar Lilyrose.

Berdasarkan rilis kepada Republika, Kamis (4/10), kunjungan kesebelas jurnalis ini merupakan kegiatan rangkaian tur jurnalistik dari tanggal 1-7 Oktober 2018 yang diprakarsai oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kemarin (2/10), Menkominfo Rudiantara menjamu para warga Pasifik Selatan tersebut di Hotel Borobudur, sebelum mereka bertandang ke kantor stasiun televisi Net di bilangan Kuningan dan kantor Go-Jek di bilangan Blok M, Jakarta Selatan.

Selepas tur singkat di museum milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Muspen), 4 wanita dan 7 pria warga lautan Pasifik tersebut akan langsung menyambangi Yogyakarta selama 2 malam, lalu diakhiri dengan kunjungan 2 malam ke Bali.

Kesebelas jurnalis Pasifik Selatan ini sedang melakukan capacity building bersama Kemkominfo. Selain kegiatan utama workshop di Multimedia Training Center (MMTC) Yogyakarta esok hari (5/10), kesebelas jurnalis dari Pasifik Selatan ini akan melakukan familiarization trip untuk lebih mengenal budaya, pertumbuhan ekonomi, good governance, demokrasi, pluraslisme, pemerataan pembangunan, serta pembangunan infrastruktur.

Kepala Muspen, Abdullah (50 tahun) menyampaikan rasa bangganya dapat bersua dengan jurnalis dari berbagai Negara kepulauan di Pasifik. “Kami sangat berharap Anda semua dapat menikmati sejarah komunikasi dan layanan informasi Indonesia yang kami sajikan di museum ini dan membawanya pulang bersama Anda ke Pasifik Selatan”.

Turut dihadiri oleh jajaran Taman Mini Indonesia Indah, area dimana Muspen berdiri semenjak tahun 1993, acara pelepasan para jurnalis semakin meriah dengan penyerahan cenderamata sepasang wayang golek Jawa Tengah kepada masing-masing jurnalis, “Saya merasa seperti artis, disoraki King of Solomon oleh teman-teman”, ungkap jurnalis Biriau Wilson asal Kepulauan Solomon setelah menerima cenderamata di ruang mini theater Muspen.

Para jurnalis menyukai ruangan Si Unyil dimana mereka berkenalan dengan sekelompok boneka legendaris yang ceritanya ditayangkan oleh TVRI pada kurun tahun 1981-2003 lalu. Antusiasme sekelompok jurnalis juga terlihat ketika berhadapan dengan diorama kecil Pusat Penerangan Desa, program layanan informasi kepada masyarakat pedesaan melalui Jupen (Juru Penerang).

Jason asal Nauru menikmati kunjungannya karena bisa melihat lagi kamera merek Panasonic yang ia gunakan di awal profesinya sebagai kamerawan di tahun 1990-an. Ia mengabadikan “reuninya” tersebut dengan berfoto bersama koleksi Muspen yang pernah digunakan dalam merekam bencana tsunami di Aceh, tahun 2004 lalu.

Tur diakhiri dengan foto akrab bersama kru Muspen di area air mancur, dan dilanjutkan dengan berwisata budaya ke Museum Indonesia, dimana kekayaan filosofi dan adat istiadat Indonesia menjadi hal yang kembali memukau mereka. Namanya saja saudara jauh, saling mengagumi kebudayaan yang mengingatkan kampung halaman.

Salah satu kalimat pemersatu para saudara jauh di penghujung pertemuan adalah kumandang slogan museum se-Indonesia yang diserukan dengan meletakkan tangan kanan di dada kiri ketika berfoto: “Museum di hatiku!”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement