Kamis 04 Oct 2018 20:00 WIB

PJT II Jatiluhur Berlakukan Sistem Gilir Giring Air

Giring air dilakukan untuk mengantisipasi konflik rebutan air.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Objek wisata Waduk Jatiluhur, masih menjadi destinasi favorit selama libur lebaran dan sekolah.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Objek wisata Waduk Jatiluhur, masih menjadi destinasi favorit selama libur lebaran dan sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Perum Jasa Turta (PJT) II Jatiluhur menerapkan kebijakan gilir giling air (pembagian air) pada saat puncak musim kemarau 2018 ini. Sebab, dari 240 ribu hektare areal persawahan yang jadi tanggung jawab perusahaan BUMN ini, 130 ribu hektare di antaranya saat ini sedang tanam.

Alhasil, perlu ada jaminan suplai air supaya, pertanaman tersebut tidak kekeringan. Direktur Operasi dan Pengembangan PJT II Jatiluhur, Antonius Aris Sujatmiko, mengatakan, setiap musim kemarau, kebijakan pembagian air selalu diterapkan. Sebab, jika tidak diatur, khawatir akan timbuk konflik rebutan air.

"Sejak September lalu sistem gilir giring air sudah kita terapkan," ujar Antonius, kepada Republika.co.id Kamis (4/10).

Menurut Antonius, sampai saat ini kondisi air di Waduk Jatiluhur masih cukup aman. Meskipun, sejak musim kemarau terjadi penyusutan yang cukup siginifikan, mencapai delapan meter. Saat ini, kondisi tinggi muka air (TMA) Waduk Jatiluhur di level 92 meter di atas permukaan air laut (mdpl).

Meskipun ada penyusutan saat kemarau, lanjutnya, hal itu merupakan kondisi yang biasa. Sebab, selain berfungsi untuk mengairi 240 ribu hektare sawah di wilayah hilir, Waduk Jatiluhur juga berfungsi sebagai pengendali banjir.

Jadi, ketika musim kemarau air dari Waduk Jatiluhur memang harus dikeluarkan. Supaya, suplai irigasi dan air baku PDAM tetap terpenuhi. Selain itu, memberi ruang kosong bagi waduk. Jadi, ketika musim hujan waduk tersebut bisa terisi air sesuai rencana.

"Kalau airnya tidak dibuang saat kemarau, bisa dibayangkan ketika musim hujan bagaimana penuhnya volume Waduk Jatiluhur. Bila begitu, waduk ini tidak bisa berfungsi sebagai pengendali banjir," ujarnya.

Antonius mengaku, saat ini air yang digelontorkan ke hilir melalui Sungai Citarum, mencapai 150 meter kubik per detik. Dari besaran air yang dikeluarkan itu, 130 meter kubik per detik di antaranya khusus untuk kebutuhan irigasi.

Dengan begitu, jaminan ketersediaan air bagi areal pertanian sangatlah besar. Terbukti, sampai saat ini suplai air untuk irigasi jadi prioritas utama perusahaannya. Apalagi, ada 130 ribu hektare sawah yang sedang dikawal masa tanamnya, supaya tidak kekeringan.

"Jadi, petani di wilayah hilir tak perlu khawatir. Kami, tetap memprioritaskan air untuk kebutuhan irigasi (sektor pertanian)," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement