Kamis 04 Oct 2018 18:14 WIB

Lansia Masih Alami Stigma Negatif

DIY ditunjuk sebagai penyelenggara Gelar Budaya Lansia Nasional.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Yusuf Assidiq
Sekretaris Komisi Daerah (Komda) Lansia DIY Rustiyadi (kanan) dan Ketua Komda Lansia DIY Suripto (kiri) pada jumpa pers dalam rangka Gelar Budaya Lansia Nasional.
Foto: Neni Ridarineni.
Sekretaris Komisi Daerah (Komda) Lansia DIY Rustiyadi (kanan) dan Ketua Komda Lansia DIY Suripto (kiri) pada jumpa pers dalam rangka Gelar Budaya Lansia Nasional.

REPUBLIKA.CO.ID,  YOGYAKARTA –- Sebagian kalangan lanjut usia (lansia) dinilai masih mengalami eksploitasi. Selain itu juga ada stigma negatif terhadap mereka.

Seperti diungkapkan Sekretaris Komisi Daerah (Komda) Lansia DIY, Rustiyadi, eksploitasi terhadap lansia justru banyak dilakukan oleh keluarga yang mapan yang punya anak. Karena anak laki-laki dan perempuannya bekerja, maka lansia dititipi cucu oleh anaknya.

Di samping itu, katanya, sekarang terjadi stigma terhadap lansia yakni lansia beban bagi masyarakat dan negara serta tidak produktf. Karena lansia tinggal 'simatupang' (siang malam tunggu panggilan) dan seperti falsafah  'coro mlumah' (kecoa telentang).

“Stigma negatif itu harus diubah dari diri lansia sendiri, keluarga, masyarakat, dan pemerintah untuk menjadikan lansia produktif, manfaat, sehat, dan bahagia,” ujarnya, pada jumpa pers dalam rangka Gelar Budaya Lansia Nasional di Media Center Pemda DIY, Kamis (4/10). 

Padahal, lanjut Rustiyadi, kenyataannya dari lebih 25 juta penduduk lansia non potensial, sebanyak 80 persen masih produktif, mereka bekerja di sektor formal dan 20 persen di sektor informal. Pada bagian lain ia menegaskan perlunya UU No 13 Tahun 1998  tentang Kesejahteraan Lansia diubah.

Karena, jelas dia, substansinya masih berwawasan 'pelayanan' dan ini sudah tidak sesuai baik ditinjau dari sisi waktu maupun kebutuhan. Sehingga apabila pemerintah telah melakukan tindakan, maka sudah dianggap melakukan kewajiban. Dalam UU tersebut tidak ada hak untuk lansia.

Oleh karena itu, Komda Lansia di seluruh Indonesia akan menggelar Deklarasi Jogja yang merupakan rangkaian acara Gelar Budaya Lansia Nasional yang berlangsung 9-11 Oktober. Dalam deklarasi tersebut salah satunya mendesak pemerintah untuk mengubah UU Nomor 13 Tahun 1998.

Naskah akademiknya sudah ada. Komda Lansia Jawa-Bali pun juga sudah melakukan temu regional sejak tujuh tahun terakhir. Usulan perubahan UU tersebut sudah sampai ke Komisi VIII DPR RI dan rencananya akan dibahas di 2019.

"Dengan adanya perubahan UU itu diharapkan meningkatkan peran lansia dalam bidang advokasi sebagai penjaga nilai moral/karakter bangsa, transformasi budaya, dan penyanggah pembangunan," kata Rustiyadi.

Sementara itu, Ketua Komisi Daerah (Komda) Lansia DIY Suripto mengungkapkan populasi lanjut usia (lansia) di DIY tertinggi di Indonesia mencapai 13,81 persen. Usia harapan hidup juga tertinggi di Indonesia yakni 74,2 tahun untuk laki-laki dan 76,1 tahun untuk perempuan.

Karena itulah di DIY ditunjuk sebagai penyelenggara Gelar Budaya Lansia Nasional pertama. Yang sudah siap hadir dalam gelar budaya antara lain dari Bali diwakili Kabupaten Badung sebanyak 19 peserta, Tabanan delapan peserta.

Selanjutnya, Jawa Timur diwakili Blitar sebanyak 12 peserta, Jawa Tengah diwakili Klaten sebanyak 30 peserta, Temanggung delapan peserta, Jawa Barat diwakili Kabupaten Bandung sebanyak 10 peserta, dan Bangka Belitung diwakili Kabupaten Belitung sebanyak 22 peserta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement