Selasa 02 Oct 2018 23:54 WIB

Para Perempuan di Tambang Grasberg

Mereka semua bertugas sebagai operator alat berat jarak jauh.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Satria K Yudha
 Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.
Foto: Reuters/Stringer
Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada begitu banyak perempuan yang kini menjalani pekerjaan yang biasanya dilakukan laki-laki. Bahkan, tidak sedikit perempuan yang berprofesi sebagai sopir bus, kondektur, hingga penjaga keamanan. 

Di wilayah Timur Indonesia, ada sekelompok perempuan yang begitu lihai mengoperasikan alat-alat berat yang selama ini identik dengan pekerjaan kaum laki-laki. Para perempuan ini adalah operator alat berat jarak jauh yang bekerja untuk Freeport Indonesia. 

Tak tanggung-tanggung, jumlah perempuan yang lihai mengendalikan mesin-mesin pertambangan ini mencapai 75 orang. Mereka semua bertugas sebagai operator alat berat jarak jauh di tambang Grasberg Block Cave.  

“Kami memang mempekerjakan operator alat berat berjenis kelamin perempuan dan ini sejak tahun lalu, tepatnya tanggal 12 Mei 2017 untuk pertama kalinya seorang karyawati berhasil mendapatkan lisensi penuh untuk mengoperasikan peralatan berat sistem kendali jarak jauh ini,” ujar Chris Zimmer, Senior Vice President-Mine Underground PT Freeport Indonesia dalam keterangan tertulis, Selasa (2/10).

Para karyawati tersebut mengoperasikan alat berat tambang bawah tanah di Grasberg Block Cave. Para operator perempuan ini mengoperasikan menggunakan alat kontrol khusus yang disebut Minegem dari ruang berpendingin udara di Tembagapura, Papua. 

“Jadi, mereka tidak melakukan pekerjaan kasar. Mereka menjalankan salah satu peralatan tambang tercanggih di dunia dan telah membuktikan mereka lebih dari mampu untuk melakukannya,” katanya. 

Pekerjaan sebagai operator Minegem membutuhkan keahlian tinggi serta ketelatenan dan kesabaran. 75 operator perempuan ini adalah mereka yang terpilih yang telah mengikuti pelatihan panjang hingga mememiliki sertifikat untuk menjadi operator tambang.

Chris menambahkan, bahwa para perempuan ini juga mendapatkan penghasilan yang sama dengan rekan kerjanya yang berjenis kelamin laki-laki. Dia menyebutkan bahwa walaupun merupakan perusahaan tambang, namun tidak ada diskriminasi berdasarkan pada jenis kelamin. 

 “Tingkat produktivitas para operator Minegem perempuan ini sama dengan operator laki-laki, dan mereka akan memiliki kesempatan pengembangan karir yang sama. 

Theodora Mayor, perempuan berusia 29 tahun asal Biak yang sudah bekerja sebagai operator alat berat di Freeport selama sekitar 1 tahun bercerita, dirinya sempat merasa canggung dan kurang percaya diri ketika pertama kali belajar mengoperasikan alat-alat berat tersebut. 

Dia tak punya latar belakang pendidikan di bidang pertambangan. Dia juga tak pernah memiliki pengalaman teknis operasi tambang. Untungya, rekan operator laki-laki membantunya untuk mempelajari cara mengoperasikan alat. 

“Mereka juga membantu mengajari tata cara melakukan pengoperasian harian konsol-konsol ini, jadi kami memang benar-benar didukung oleh lingkungan yang sangat suportif,” kata Theodora yang juga memegang lisensi penuh untuk operasi pertambangan bawah tanah ini.

Operator perempuan lain berusia 25 tahun yang berasal dari suku Dani dan lahir di Tembagapura, Delince Tabuni, juga mengungkapkan rasa bangganya karena mampu menguasai satu pekerjaan yang sebelumnya sangat identik dengan laki-laki itu.

“Saya sangat bangga karena sekarang kami dapat membuktikan kepada orang-orang bahwa kami para perempuan dapat melakukan pekerjaan penting yang didominasi laki-laki sebaik yang mereka lakukan” ujar Delince.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement