REPUBLIKA.CO.ID, Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Peribahasa itu disadari betul oleh Darwinah, seorang purna tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu. Kilau dolar, riyal dan ringgit yang mudah diperoleh saat bekerja di luar negeri, diyakininya tak lebih baik dari rupiah yang diperoleh dengan kerja keras di negeri sendiri.
Kini, Darwinah memilih untuk berwirausaha. Darwinah mengaku sempat bingung untuk memulai jenis usaha yang cocok. Dia akhirnya memilih untuk membuat keripik usus ayam. Alasannya, belum banyak orang yang mengolah usus ayam.
Tak punya keterampilan mengolah usus ayam, butuh waktu sekitar setahun bagi Darwinah untuk belajar menemukan resep yang pas. Setelah berkali-kali gagal, akhirnya dia menemukan resep yang diinginkan, baik dari segi rasa maupun kualitas. Keripik usus ayam yang diberinya nama ‘Kenanga Mandiri’ pun mendapat sambutan yang hangat di pasaran.
‘’Untuk keripik usus ayam, saya produksi seminggu dua kali. Setiap kali produksi, habis 20 kilogram usus ayam segar, ‘’ tutur Darwinah, kepada Republika, Ahad (30/9).
Darwinah membuat keripik usus ayam yang diberinya nama ‘Kenanga Mandiri’ (Lilis Sri Handayani / Republika)
Tak cuma keripik usus ayam, Darwinah juga mencoba membuat produk lain yakni jus dan sirup mangga. Ia pun bekerja sama dengan petani untuk pasokan mangga. Jika sedang musimnya, olahan mangga bisa hitungan ton per hari.
Terlepas dari usahanya yang semakin berkembang, Darwinah memiliki tujuan lain. Ia ingin memberikan contoh kepada para purna TKI bahwa mereka bisa mencari rezeki di negeri sendiri.
‘’Menjadi TKI memang tidak salah karena sempitnya lapangan kerja. Tapi kalau mereka punya usaha dan penghasilan di negeri sendiri, mereka tidak akan berangkat ke luar negeri, ‘’ kata Darwinah.
Ia bahkan tak keberatan untuk mendampingi para purna TKI untuk memulai usaha dari awal. Termasuk membantu membesarkan usaha-usaha mereka. Hanya saja, diakui Darwinah, niatan itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Darwinah harus berusaha keras mengubah pola pikir para purna TKI terutama terkait mudah dan susahnya mendapatkan uang.
‘’Mengubah mindset para purna TKI itulah yang menjadi tantangan saya, ‘’ tutur Darwinah.
Dengan ketulusan dan kerja kerasnya, Darwinah terus berusaha menyebarkan semangat pemberdayaan ekonomi produktif kepada para purna TKI. Usahanya tak sia-sia. Sejak 2010 hingga saat ini, dia sudah berhasil melahirkan lebih dari 100 purna TKI yang memiliki usaha kecil menengah (UKM). Tak hanya di Desa Kenanga, namun juga di desa-desa lainnya di Kabupaten Indramayu.
Bermacam-macam jenis usaha yang dijalankan para purna TKI dibawah bimbingan Darwinah. Di antaranya, usaha produksi jambal roti, dodol mangga, manisan mangga, basreng (baso goreng), telur asin, dan beragam kerajinan tangan. Meski memiliki merk yang berbeda-beda, namun di setiap kemasan produk mereka tertera tulisan 'Produk Purna TKI'.
Tak hanya membantu produksi mereka agar lebih berkembang, Darwinah juga mengupayakan pengemasannya agar lebih menarik. Selain itu, dia juga membantu mengurus berbagai legalitasnya, seperti sertifikat halal, PIRT dan penghitungan komposisi kadar gizi dari setiap produk makanan/minuman dari para UKM tersebut.
''Pokoknya paket komplit,'' tutur Darwinah.
Produk yang dihasilkan Darwinah yakni sirup dan jus mangga (Lilis Sri Handayani / Republika)
Darwinah pun membantu pemasaran produk milik para purna TKI. Selain melalui toko yang didirikan di pinggir jalan raya Desa Kenanga, produk-produk tersebut juga dititipkannya ke sejumlah toko oleh-oleh khas di daerah Cirebon. Selain itu, pemasaran juga dilakukan secara online hingga bisa menjangkau seluruh daerah di Indonesia.
Tak hanya di dalam negeri, produk UKM binaan Darwinah, termasuk keripik usus ayam miliknya sendiri, sudah menembus pasar ekspor. Untuk ekspor itu, dilakukan melalui kerja sama dengan eksportir di daerah Cileungsi, Bogor. Selain itu, ekspor juga dilakukan dengan memanfaatkan jaringan para TKI di sejumlah negara.
''Seperti ke Hongkong, Taiwan dan Singapura, pemasarannya dari TKI ke TKI, '' terang Darwinah.
Untuk omset setiap UKM yang dibina Darwinah, saat ini rata-rata mencapai Rp 10 juta per bulan. Masing-masing UKM itupun sudah punya karyawan lebih dari dua orang.
''Itu wujud dari kebanggaan saya karena mereka berawal dari yang tidak punya usaha, sekarang menjadi wirausaha yang bisa membuka lapangan kerja, '' tukas Darwinah.
Sementara itu, Caswati, salah seorang pemilik UKM binaan Darwinah, menuturkan, sepulang dari bekerja di Taiwan, dirinya tidak memiliki usaha apapun. Dia lantas diajarkan oleh Darwinah untuk memulai wirausaha. Baso goreng (basreng) dengan merk 'Roro', dipilihnya menjadi produk andalan.
''Omset saya sekarang sekitar Rp 5 juta per bulan, '' sebut Caswati.
Caswati mengaku, dengan usaha yang dimilikinya, dia tak ingin lagi bekerja ke luar negeri. Dia ingin selalu dekat dengan keluarga yang dicintainya.