REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT MRT Jakarta William Syahbandar mengatakan telah mengusulkan harga tiket transportasi kereta Mass Rapid Transit (MRT). Usulan harga tiket tersebut diusulkan Rp 8.500 per 10 kilometer.
“Pemprov yang akan menentukan kalau kita sudah usulin. Usulan dari MRT Jakarta itu Rp 8.500 untuk 10 Km,” ujar William di Balai Kota, Selasa (2/10).
Dia menjelaskan, harga tiket itu rata-rata Rp 8.500 per jarak. Harga tiket bisa lebih murah bila jarak tujuan lebih dekat. Harga tiket bisa lebih mahal bila jarak tujuan lebih jauh.
William mengatakan telah melakukan koordinasi dengan Pemprov DKI mengenai usulan harga tiket itu. Menurutnya, Pemprov DKI saat ini tengah bekerja secara teknis. Namun, William mengaku tak begitu paham secara teknis.
William juga menjelaskan, keputusan mengenai harga tiket itu juga tergantung Pemprov. Sebab, menurutnya, Pemprov harus mensubsidi bila memang usulan harga tiket Rp 8.500 disetujui.
Dia menjelaskan, bila harga tiket yang akan dibebankan kepada masyarakat akan semakin murah, maka, Pemprov DKI Jakarta pun juga akan semakin mahal untuk memberikan subsidinya. Dia berharap masyarakat pun siap bayar bila memang harga tiket masih dinilai mahal.
“Kita mengusulkan dalam jangka panjang masyarakat siap bayar. Karena memang pelayanannya bagus. Kerelaan untuk membayar, ini dalam perhitungan ekonomi kita masuk,” jelas dia.
Gerbong MRT yang berada di depo Lebak Bulus, Jakarta, dicorat-coret orang tidak dikenal.
Pengamat Transportasi yang juga Sekretaris Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Aully Grashinta meminta Pemprov DKI Jakarta dan PT MRT Jakarta untuk mempertimbangkan dengan matang terkait dengan penetapan harga tiket kereta MRT. Hal itu dilakukan dengan pengadaan kajian yang mendalam mengenai perkiraan jumlah penumpang atau ridership.
“MRT Jakarta memang masih perlu melakukan kajian yang lebih mendalam terkait ridership ini,” jelas Aully kepada Republika.co.id.
Sebab, menurutnya, ada beberapa jalur yang bukan merupakan jalur commuting atau jalur yang menghubungkan jalur urban seperti jalur dari Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor Kota. Dia mencontohkan, jalur itu adalah jalur Lebak Bulus-Bunderan HI.
Jalur yang bukan jalur commuting tersebut biasanya dipenuhi pengguna yang bukan dari golongan yang perlu disubsidi terlalu besar. Dia pun mengkhawatirkan kajian segmentasi pasar kurang komprehensif, maka pemberian subsidi bisa jadi kurang tepat.
Hal itu mengingat subsidi yang diberikan oleh Pemprov adalah selisih antara biaya dengan tarif yang dibayar masyakarat. Namun, melihat harga tiket usulan PT MRT Jakarta sebesar Rp 8.500, dia menilai cukup masuk akal.
Dia juga memperkirakan, harga itu juga akan efektif dapat mendorong orang untuk berpindah dari angkutan pribadi ke kereta MRT. Hal itu ia nilai dengan perbandingan di negara-negara tetangga.
Dia menilai, teknik pengetesan dengan menggunakan suatu nilai standar atau brenchmark MRT Singapore adalah 0,77 SGD atau sekitar Rp 8.400 untuk dua stasiun pertama sekitar empat kilometer. Hal itu, juga diimbangi dengan jaringan MRT yang sangat kuat.
“Sehingga hanya dengan MRT orang bisa menjangkau berbagai tempat, jadi hitungannya cukup murah,” katanya.
Dia menegaskan, sampai saat ini belum memberikan rekomendasi mengenai harga tiket. Hal itu disebabkan masih menunggu perhitungan yang lebih komprehensif dari MRT Jakarta.
“Terutama terkait jumlah penumpang dan simulasi tarif berdasarkan jumlah perkiraan penumpang,” kata Aully.