REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pengamat transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ofyar Z. Tamin menilai Kota Bandung belum siap menerapkan sistem ganjil genap untuk mengurai kemacetan. Kota Bandung harus memperbaiki sistem transportasinya terlebih dahulu untuk mendukung penerapan sistem yang telah diberlakukan di DKI Jakarta ini.
Ofyar mengatakan dalam penerapan sistem ganjil genap berarti membatasi jumlah kendaraan pribadi yang digunakan masyarakat. Namun, Kota Bandung belum memiliki angkutan umum yang mencukupi kebutuhan masyarakat sebagai alternatifnya.
"Di Jakarta sistem transportasi massalnya sudah sejalan. Angkutan umum sudah disiapkan. Nah, kalau di Bandung tidak. Orang yang menggunakan angkutan pribadi mau dibatasi pergerakannya tapi angkutan massalnya belum mendukung," kata Ofyar saat dihubungi Republika, Senin (1/10).
Menurutnya, angkutan umum di Kota Bandung belum terintegrasi satu sama lain. Ditambah jumlahnya yang belum memadai. Karenanya penggunaan transportasi umum di kota kembang belum begitu diminati.
"Jakarta ada busway, kereta dia punya. Di Bandung ini tidak ada. Cuma angkot, TMB juga jaringannya belum baik, tidak terintegrasi dengan angkot. Jumlahnya juga masih sedikit," ujarnya.
Ia menilai jika diterapkan sistem ganjil genap tanpa pembenahan sistem transportasinya maka tujuan mengurai kemacetan tidak akan tercapai. Hasil yang ditimbulkan juga tidak efektif.
Sebab, kata dia, masyarakat hanya tidak menggunakan kendaraan pribadi pada hari yang dilarang. Tapi tetap tidak akan beralih ke transportasi umum karena belum nyaman.
"Nah ganjil genap ini tindakan untuk pembatasan angkutan pribadi. Kalau mau untuk memecahkan masalah kemacetan, orang yang pakai kendaraan pribadi harus kita pindahkan, makanya publik transportasinya harus bagus," tuturnya.
Sebelumnya, Pemkot Bandung akan mengkaji penerapan sistem ganjil genap seperti di Jakarta. Pemkot juga berencana melakukan uji coba atas wacana ini.