Sabtu 29 Sep 2018 18:53 WIB

KPK Perpanjang Masa Penahanan Gubernur Aceh

KPK menduga setiap anggaran proyek yang dibiayai DOK Aceh dipotong.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nur Aini
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf, tersangka kasus suap penggunaan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.

"Dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari (PN kedua) mulai 02 Oktober sampai 1 Oktober 2018 terhadap tersangka IY (Gubernur Aceh periode Februari 2007-2012) dalam tindak pidana korupsi suap terkait terkait dengan pengalokasian dan penyaluran dana otonomi khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Ahad (29/9).

KPK sebelumnya menemukan indikasi suap yang dilakukan oleh Irwandi dan oknum pejabat di Aceh, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terhadap DOK Aceh tahun anggaran 2018. Lembaga antirasuah itu juga telah menahan Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf dan ajudannya Hendri Yuzal, Bupati Bener Meriah nonaktif Ahmadi, serta seorang pengusaha T Saiful Bahri.

Dari temuan awal, KPK menduga setiap anggaran untuk proyek yang dibiaya dari DOK Aceh dipotong 10 persen, 8 persen untuk pejabat di tingkat provinsi, dan 2 persen di tingkat kabupaten/kota. Pada tahun ini, Aceh mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp 8,03 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.

KPK menjerat Irwandi, Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan, Ahmadi sebagai pemberi dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement