REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan, KPU tidak bisa membatasi jumlah belanja untuk kampanye para peserta Pemilu 2019. KPU hanya bisa memaksa peserta pemilu untuk mencatat semua penerimaan dan pengeluaran kampanye.
"Kami tidak bisa membatasi jumlah pengeluaran peserta pemilu untuk (belanja)kampanye. Namun, kami mewajibkan mereka untuk mencatat semua pemasukan dan pengeluaran kemudian melaporkan kepada KPU," ujarnya kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/9).
Adapun peserta pemilu meliputi pasangan capres-cawapres, parpol, caleg DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota dan calon anggota DPD. Wahyu menjelaskan, sebagaimana diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, KPU hanya bisa membatasi jumlah sumbangan kampanye khusus dari perorangan dan perusahaan. KPU pun hanya bisa membatasi jumlah sumbangan, tetapi penyumbangnya tidak bisa dibatasi.
"Bunyi undang-undangnya demikian, jumlah sumbangan perseorangan besarnya Rp 2,5 miliar dan perusahaan sebesar Rp 25 miliar," tegasnya.
Dalam aturan tersebut, jumlah sumbangan dari pasangan capres-cawapres, parpol serta caleg DPR, DPRD dan DPD juga tidak dibatasi. Mereka bisa menyumbang berapa saja asalkan tidak berasal dari anggaran negara, dana asing dan dana hasil korupsi.
Meskipun demikian, Wahyu mengatakan pihaknya sudah berupaya menekan politik berbiaya tinggi di Pemilu. Salah satu caranya adalah menfasilitasi alat peraga kampanye (APK) bagi peserta pemilu dan membatasi iklan kampanye di media massa.
"Kemudian kita membatasi masing-masing caleg itu membuat alat peraga kampanye sendiri. Alat peraga kampanye boleh diproduksi secara mandiri tapi terbatas," ungkap dia.
Pembatasan produksi alat peraga kampanye itu bertujuan untuk meminimalisasi liberalisme politik. Sehingga, menurut dia, setiap peserta pemilu bisa bertarung dalam situasi yang setara, tidak ada dominasi caleg yang memiliki kekuatan modal lebih dibanding yang lain.
"Jadi, kita berupaya meminimalisasi praktik liberalisme politik di mana bebas, sebebas-bebasnya sehingga orang yang punya kekuatan dana akan menjadi superior, sementara orang yang terbatas dari dana politiknya menjadi tidak bisa leluasa," katanya.