Kamis 27 Sep 2018 21:18 WIB

Bali Butuh Energi Bersih untuk Pariwisata Berkualitas

Pariwisata butuh daya dukung lingkungan secara langsung

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Esthi Maharani
Bali
Foto: ABC News
Bali

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pariwisata menyumbang 67 persen dari total pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Bali dengan 70 persen masyarakat bergantung pada industri ini. Sektor pariwisata dibanding sektor lainnya memerlukan daya dukung lingkungan secara langsung.

Kualitas udara yang baik misalnya menjadi kebutuhan dasar untuk perkembangan pariwisata Bali. Penggunaan energi bersih dan terbarukan dalam memenuhi kebutuhan listrik satu hal yang perlu dilakukan.

Peneliti iklim dan energi Greenpeace Asia Tenggara, Adila Isfandiari menyatakan perlunya menggantikan energi fosil, seperti batu bara yang merusak dan mencemari lingkungan sebagai sumber kelistrikan di Bali. Greenpeace Indonesia telah melakukan penelitian mendalam mengenai dampak negatif dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang yang berbahan bakar batu bara.

"Sumber listrik di Bali saat ini masih bergantung pada bahan bakar fosil yang mencemari lingkungan. Baru ada dua pembangkit dengan energi bersih, dan kapasitasnya pun kecil, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) sebesar 0,75 mega watt (MW) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 0,03 MW," kata Adila dijumpai Republika di Denpasar, Kamis (27/9).

Bali memiliki potensi energi surya tertinggi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan iradiasi solarnya berkisar 1.490-1.776 kilo watt hour (kWh) per meter per segi (m2) per hari, lebih tinggi dari standar Eropa untuk kelayakan potensi energi surya yang hanya 900 kWh per m2 per hari.

"Setelah dilakukan permodelan pemetaan, total potensi energi surya di Bali bisa mencapai 113.436,5 giga watt hour (GWh) per tahun, melebihi permintaan energi penduduk pada 2027 sebesar 10,014 GWh per tahun.

Beban puncak sistem tenaga listrik di Bali mencapai 825 MW. Daya dipasok dari kabel laut Jawa-Bali yang berasal dari PLTU Paiton sebesar 400 MW. Sisanya berasal dari pembangkit BBM (408 MW), pembangkit LNG (208 MW), dan PLTU batu bara di Celukan Bawang (426 MW).

PLN sebelumnya memproyeksikan kebutuhan listrik di Bali bertumbuh 6,83 persen per tahun atau mencapai 10.014 giga watt hour (GWh) pada 2027. Beban puncaknya diperkirakan akan mencapai 1.678 MW pada tahun tersebut.

PLTU Celukan Bawang tahap pertama berkapasitas 426 MW sudah selesai dan resmi beroperasi komersial sejak 2015. Pemerintah berencana melanjutkan pengembangan tahap kedua.

Gubernur Bali, Wayan Koster secara terpisah sebelumnya mengatakan Bali harus membangun pembangkit listrik baru untuk memenuhi kebutuhan listrik mandiri dan tidak lagi bergantung dari Paiton. Meski demikian, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menegaskan persyaratan utama pembangkit baru ini harus menggunakan energi bersih.

"Semua pembangkit listrik yang baru di Bali harus ramah energi dan berkelanjutan," tegasnya.

PLTU Celukan Bawang Tahap I menggunakan 5.200 ton batu bara per hari. Pengembangan Celukan Bawang ke depannya, kata Koster tidak boleh lagi menggunakan batu bara.

"Jika tetap berbahan bakar fosil, pemerintah provinsi akan langsung mencabut izinnya," kata Koster.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement