REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Iit Septyaningsih, Ahmad Firi Noor
Upaya meredam pelemahan nilai tukar rupiah terus menemui perlawanan sebulan terakhir. Kemarin, mata uang Garuda kembali terpuruk setelah di pasar valuta asing antarbank menembus Rp 15 ribu per dolar AS.
Kurs rupiah kini kembali ke level Rp 14.900 per dolar AS di tengah rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), the Federal Reserve (the Fed). Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah pada perdagangan Rabu (26/9) ditutup melemah menjadi Rp 14.938 per dolar AS.
Selama satu pekan terakhir, kurs rupiah bertengger di level Rp 14.800 per dolar AS. Adapun pada Selasa (25/9), rupiah tercatat sebesar Rp 14.893 per dolar AS.
Samuel Sekuritas Indonesia dalam laporan hariannya menyebutkan, rupiah bakal bergerak di rentang Rp 14.950-Rp 15 ribu per dolar AS. "Kenaikan tingkat suku bunga global kemungkinan bakal membuat rupiah melemah," ujar ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail, Rabu.
Baca Juga: Bank Sentral AS Kembali Menaikkan Suku Bunga
Dia memprediksi BI akan kembali menaikkan suku bunga acuan dalam rapat dewan gubernur (RDG) yang digelar hari ini. Kenaikan itu disebutnya bakal dilakukan demi mengantisipasi suku bunga the Fed yang bakal naik sebesar 25 basis poin.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, pergerakan dolar AS cenderung mendatar terhadap mayoritas mata uang dunia karena pasar keuangan menunggu kesimpulan dari pertemuan the Fed. "Pasar sudah mengantisipasi kebijakan the Fed untuk menaikkan suku bunganya," kata Ariston.
Ia menambahkan, pelaku pasar yang sedikit mengesampingkan sentimen perang dagang Amerika Serikat dan Cina turut menjadi faktor penopang bagi mata uang berisiko.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Agung Pambudi optimistis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan terkendali. Agung menyebut kalangan pengusaha merasa lebih tenang karena pemerintah solid dalam merespons persoalan pelemahan rupiah.
"Suara-suara di pemerintah sebagai policy maker juga relatif satu. Dunia usaha akan panik kalau di kabinet ngomong berbeda-beda," kata Agung di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan, pelemahan rupiah telah memicu alarm kewaspadaan pengusaha. Namun, kata Agung, kebanyakan pengusaha, terutama eksportir dan importir, masih dapat diyakinkan lewat kebijakan pemerintah dalam merespons isu tersebut.
Agung mengingatkan pemerintah untuk tetap waspada mengantisipasi perang dagang antara AS-Cina. Dia meminta pemerintah tidak mengambil kebijakan keliru yang justru membuat Indonesia masuk dalam pusaran perang dagang.
"Kapasitas kita belum untuk itu. Kalau kita terlibat dalam balas-membalas, bisa repot kita," ujar dia.
Justru, menurut Agung, fenomena perang dagang ini bisa menjadi kesempatan Indonesia untuk lebih semangat mencari pasar ekspor nontradisional seperti Afrika. "Sudah ada yang ke sana tapi masih sedikit," katanya.
Laporan ADB
Publikasi terbaru dari Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan, fundamental yang kuat dapat menjaga kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 dan 2019 dari berbagai tantangan global.
"Meski lingkungan global cukup berat, perekonomian Indonesia diproyeksikan masih tumbuh dengan baik tahun ini dan tahun depan," kata Kepala Perwakilan ADB di Indonesia Winfried Wicklein dalam jumpa pers publikasi "Asian Development Outlook" di Jakarta, kemarin.