REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Potensi wisata di Kabupaten Gunungkidul, DIY, luar biasa besar. Hal itu yang pertama diungkapkan pengamat ekonomi, Cyrillus Harinowo, saat mendeskripsikan pandangannya tentang wisata yang ada di kabupaten itu.
Artikel berjudul 'Dusun Jati dan Anggaran Pembangunan' dibuatnya usai kunjungan pertama ke Gunungkidul pada April 2004. Itu merupakan ungkapan atas kekaguman Cyrillus atas mandirinya Desa Jati mengembangkan wisata.
'Moenterrey di Gunungkidul' jadi artikel kedua yang ditulisnya usai melakukan kunjungan kedua pada Maret 2010. Itu sekaligus menunjukkan peningkatan kekagumannya terhadap wisata yang ada.
Menjajal jalur-jalur dari Wonosari ke Wonogiri, dan mencoba Desa Wisata Goa Pindul makin meningkatkan kekagumannya terhadap wisata Gunungkidul. Ia menilai, industri pariwisata yang ada mengalami lonjakan signifikan.
"Jumlah wisatawan ke Gunungkidul yang pada 2011 sekitar 500 ribu, menjadi sekitar tiga juta saat ini," kata Cyrillus, saat mengisi Kafe BCA on the Road di Sleman, beberapa waktu lalu.
Ia merasa, sejumlah elemen yang membuat potensi wisata Gunungkidul luar biasa di antaranya potensi alam. Ada 13 situs geopark yang masuk jaringan geopark Gunungsewu dan telah ditetapkan Unesco.
Saat ini, ia melihat Pantai Kuta jadi model wisata pantai yang populer di Indonesia. Namun, itu semua dirasa sudah dimiliki pantai-pantai yang ada di Gunungkidul seperti Baron, Kukup, Indrayanti, dan lain-lain.
"Yang masih perlu pengembangan adalah model-model Nusa Dua atau bahkan model-model Nihiwatu," ujar Komisaris Independen BCA tersebut.
Belum lagi jika pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) rampung. Dari wisatawan mancanegara ke DIY yang saat ini satu persen atau 200 ribu, diperkirakan bisa meningkat menjadi dua juta wisatawan mancanegara.
Malah, melihat Mandalika yang saat ini sudah mencapai dua juta, diperkirakan kunjungan wisman ke Gunungkidul akan lebih dari itu. Sebab, kedatangan tidak cuma berpusat di Bandara Adisujtpito di Kabupaten Sleman.
Ia merasa, pengembangan pantai-pantai di Gunungkidul mampu seperti Pantai Monterrey di AS bukan khayalan babu. Itu didasari kesuksesan pengembangan Pantai Kuta di Bali dan Tanjung Aan di Lombok.
Potensi terlihat tapi daerah itu terbilang tandus, kering, dan masih tampak miskin. Walau tertunda akibat krisis moneter 1998, potensi itu yang dilihat salah satu grup bisnis Rajawali Group untuk membangun Novotel Corralia.
Hotel itu seakan jadi oase di gurun pasir. Selain itu, sekalipun terkendala jatuhnya bisnis properti di Dubai, Emaar Properties LLC berencana berinvestasi dan melakukan pembangunan di sana.
"Pada akhirnya, pendapat yang ada tidak berubah, yaitu betapa tinggi prospek daerah tersebut jika sudah berkembang di kemudian hari," kata Cyrillus.
Cyrillus turut melihat perkembangan yang terjadi di jalan antara Kecamatan Imogiri ke Kecamatan Panggang yang memiliki pemandangan menarik. Daerah yang dulu kesulitan air bersih, bergerak mengatasinya dengan membangun tandon air.
Daerah itu malah mulai diakhiri air bersih dari sumber sungai bawah tanah di Pantai Baron, yang dibangun dengan bantuan JICA Jepang. Terlihat dua pipa air minum besar yang memenuhi kebutuhan daerah tersebut.
Atas semua itu, ia merasa potensi pengembangan seperti Bali dan Lombok menjadi sangat mungkin terjadi di Gunungkidul. Tapi, ia menekankan, jaringan listrik dan sumber air bersih memang harus terus dikembangkan.
Dari empat pilar ukuran Travel and Tourism Competitiveness Index dari World Economic Forum, ia menilai ada keuntungan Indonesia di natural and cultural resources. Tapi, memang ada kekurangan di heatlh and hygiene.
Meski begitu, indeks performa yang sudah mencapai 4,16 membawa Indonesia dari ranking 80 ke 42. Menariknya, pertumbuhan wisman yang ASEAN hanya 7.0 persen dan dunia 6,4 persen, Indonesia tahun lalu mampu tumbuh 22 persen.
"Yang menarik saat Indonesia tumbuh 22 persen, Malaysia malah turun 4,0 persen untuk tahun lalu," ujar Cyrillus.
Secara umum, ia merasa promosi 'Wonderful Indonesia' di luar negeri lebih baik dari Thailand di peringkat 68 dan Malaysia di peringkat 85. Indonesia ada di peringkat 47 dengan poin 79,1.
Cyrillus turut mengomentari target 20 juta wisman tahun depan. Ia berpendapat, jika jumlah devisa 20 miliar dolar, bukan tidak mungkin kontribusi pariwisata melampaui kontribusi batu bara dan sawit.
Saat ini, ada 10 lokasi pariwisata yang jadi prioritas. Data Badan Otorita Pariwisata, Kawasan Ekonomi Khusus, dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, terlihat angka investasi luar biasa jika pengembangan berhasil.
Mulai Danau Toba senilai 1,6 miliar dolar, Tanjung Kelayang 1,4 miliar dolar, Borobudur 1,5 miliar dolar, Wakatobi 1,5 miliar dolar, Morotai 2,9 miliar dolar, Tanjung Lesung 4 miliar dolar, dan Kepulauan Seribu dan Kota Tua 1,5 miliar dolar.
Lalu, Bormo Tengger Semeru 1,4 miliar dolar, Mandalika 3 miliar dolar, dan Labuan Bajo 1,2 miliar dolar. Dari target-target itu, Cyrillus berharap, Gunungkidul masuk dalam perahu pengembangan pariwisata yang tengah berjalan di Indonesia.