Selasa 25 Sep 2018 18:30 WIB

Iran dalam Tekanan

Tekanan tak hanya dari luar, tapi juga dalam negeri Iran.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana pasca penyerangan bersenjata terhadap massa sipil dan militer pada acara parade militer peringatan Perang Iran-Irak di Ahvaz, Iran, Sabtu (22/9)
Foto: Fatemeh Rahimavian/Fars News Agency via A
Suasana pasca penyerangan bersenjata terhadap massa sipil dan militer pada acara parade militer peringatan Perang Iran-Irak di Ahvaz, Iran, Sabtu (22/9)

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID,   LONDON -- Aksi penembakan saat berlangsungnya parade militer Iran akhir pekan lalu masih menimbulkan tanda tanya. Apa motif tersangka melaksanakan serangan yang menewaskan 12 personel Garda Revolusi itu.

Apakah murni masalah internal di Iran? Atau ada pihak luar yang merencanakan penembakan tersebut. Namun pastinya, Iran semakin meningkatkan kewasdaan menyusul tekanan dari berbagai pihak. 

Ahli hubungan internasional Universitas Johns Hopkins Sanam Vakil mengatakan serangan parade militer Iran di Ahvaz, Sabtu (23/9) lalu menunjukan Iran semakin tertekan dari baik dari sisi internal maupun eksternal.

"Lebih banyak orang menyadari tekanan yang dihadapi Iran terus meningkat," kata Vakil, seperti dilansir dari NBC News, Selasa (25/9). 

Tekanan tersebut datang tidak hanya dari luar tapi juga dalam negeri Iran. Presiden AS Donald Trump sudah mengambil langkah yang lebih keras kepada Iran dengan menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran yang dilakukan oleh pemerintah Barack Obama. 
 
 
Pada Juli lalu Trump juga dilaporkan berencana untuk membuat organisasi keamanan internasional seperti Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) bersama negara-negara teluk seperti Arab Saudi. Ia ingin membuat NATO versi Arab untuk mengganggu pengaruh Iran di Timur Tengah. 
 
Sudah lama Iran berkonflik dengan Arab Saudi. Dua negara berpengaruh di Timur Tengah tersebut saling memperebutkan dominasi di perang sipil di Suriah, Irak, Yaman dan Lebanon.
 
Vakil mengatakan, dalam konflik-konflik tersebut Iran terlibat langsung berperang melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).  Berperang melawan kelompok teroris global tersebut justru menjadi serangan balik bagi Iran.
 
Vakil mencontohkan pada akhir bulan Juli lalu ISIS mengaku bertanggungjawab atas serangan ke parlemen Iran dan makam Ayatollah Rohullah Khomeini. Kelompok teroris tersebut juga mengaku berada di balik serangan di Ahvaz.  
 
Pemerintahan Iran saat ini juga dalam tekanan internal. Banyak warga dan mahasiswa yang turun ke jalan menuntut kebebasan dalam berpolitik. Semua tekanan tersebut menciptakan destablitas yang akan menguntungkan lawan-lawan Iran baik itu dari dalam maupun luar. 
 
"Di Iran ini menjadi kesempatan unik bagi orang-orang yang mencoba mengambil kesempatan dari kelemahan yang sedang Iran derita," kata Vakil. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement