REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Juru Bicara Koalisi Indonesia Adil Makmur (KIAM) Dahnil Anzar Simanjuntak sepakat dengan usulan menyelenggarakan debat calon presiden dan wakil presiden di luar lembaga penyelenggara pemilu. Bahkan, ia menganggap usulan itu sebagai hal baik dan mendorong untuk diwujudkan.
“Asalkan, institusi yang menyelenggarakan itu memang lembaga yang betul-betul tidak memihak salah satu calon. Pak Prabowo dan Pak Sandi pasti tahu kredibilitas lembaga yang menyelenggarakan," kata Dahnil kepada Republika, Senin (24/9).
Ia mengatakan lembaga di luar penyelenggara pemilu yang dapat menjadi tuan rumah debat, yakni perguruan tinggi. Menurut dia, penyelenggaraan oleh kampus akan meningkatkan kualitas debat. “Lebih baik dan lebih kritis,” kata dia.
Ia mengatakan para pasangan calon bisa ditanyai oleh mahasiswa atau profesor. Dengan demikian, ia berharap, debat akan menyuguhkan lebih banyak jual beli ide dan argumentasi terkait masa depan Indonesia.
Tidak hanya itu, ia juga berharap, debat dihadiri bukan hanya oleh massa pendukung, tetapi justru swing voters atau orang yang belum menentukan pilihan. “Itu kami senang sekali," kata dia.
Namun, ia menambahkan, penyelenggaraan debat dengan format baru harus sesuai persetujuan kedua calon. Selain itu, ia menambahkan, format debat juga tidak melanggar aturan.
Hingga saat ini, KPU sedang merumuskan kembali format debat publik untuk capres-cawapres Pemilu 2019. Format tersebut termasuk durasi, segmen, dan panelis debat.
Perumusan dilakukan atas persetujuan kedua pasangan calon, yakni Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. "Tidak boleh salah satu usul, kemudian yang lain menolak, lalu dipaksakan, tidak bisa seperti itu," Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin.
Pramono juga merespons usulan pelaksanaan debat capres-cawapres dan dialog antarpasangan capres-cawapres digelar oleh pihak-pihak lain selain penyelenggara pemilu. Ia mengatakan usulan tersebut sangat baik karena KPU juga memiliki keterbatasan melakukan debat atau dialog dalam frekuensi yang sering.
Kendalanya, ia mengatakan, debat atau dialog publik yang digelar selain oleh KPU tidak bersifat memaksa peserta pemilu untuk hadir. Padahal, pelaksanaan format debat seperti itu harus dilakukan secara adil dan seimbang.
“Harus menjaga prinsip penting seperti kesetaraan, keadilan, kesempatan yang sama dalam pelaksanaan debat atau dialog publik itu boleh dicederai. Karena begitu nanti salah satu pihak dirugikan, maka efeknya bisa panjang,” kata dia.
Prinsip kesetaraan dan keadilan yang dimaksud, yakni semua peserta pemilu harus hadir dalam debat atau dialog publik. Jika salah satu kandidat capres-cawapres tidak hadir, rentan menimbulkan dugaan akan keberpihakan kepada salah satu pihak.
"Moderator harus disepakati oleh kedua belah pihak, harus seimbang, pemberian waktu kepada masing-masing kandidat untuk menjawab juga harus seimbang. Jadi, prinsip teknis seperti itu harus seimbang,” kata Pramono.