REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan enggan tak banyak berkomentar, saat ia diputuskan ditahan terkait tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 oleh Kejaksaan Agung, Senin (24/9). Karen memilih untuk mengikuti proses hukum yang berjalan.
"Saya gak mau bikin statemen apa-apa dulu karena ini masih proses hukum, biarkan proses hukum ini berjalan," ujarnya usai diperiksa di Gedung Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Senin (24/9).
Sambil tersedu-sedu, Karen mengatakan, selama ia menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina, ia telah menjalankan tugasnya dengan baik. Ia pun langsung ditahan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, selama 20 hari ke depan mulai 24 September 2018.
"Saya selama menjadi Dirut Pertamina saya telah menjalankan semua dengan sebaik baiknya sehingga Pertamina bisa masuk fortune 500 (majalah) dan bisa meningkatkan laba dua kali lipat semenjak saya masuk ke Pertamina. Itu saja pesan saya," katanya.
Kuasa Hukum Mantan Direktur Utama Pertama Karen Agustiawan, Soesilo Aribowo mempertanyakan keputusan penahanan atas kliennya oleh Kejaksaan Agung. Menurutnya, alasan penahanan Karen kurang tepat.
"Saya selaku penasihat hukumnya berpandangan, tidak ada urgensinya menahan Ibu Karen karena dia tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan sebagainya," kata Soesilo saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (24/9).
Selain dari urgensi penahanannya, Soesilo juga menilai dari segi kasus pun bermasalah. Ia menilai, kasus yang dipersoalkan pada kliennya tidak jelas. "Saya melihat tidak terlalu jelas penyidik menduga adanya kesalahan dalam proses investasi BMG Australia ini," ucapnya.
Karen ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 di hari yang sama. Karen ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 24 September-13 Oktober 2018 di Rumah Tahan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Karen Agustiawan hadir memenuhi panggilan tim penyidik pada Senin (24/9) setelah tidak hadir dua kali panggilan pemeriksaan sebagai tersangka mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero). Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman mengatakan penahanan atas Karen telah memenuhi prosedur yang berlaku.
"Selama proses pemeriksaan penyidik berpendapat diperlukan tindakan paksa yaitu penahanan. Maksud tujuan karena sudah memenuhi syarat objektivitas dan subjektivitas dan agar perkara cepat selesai," katanya.
Kejaksaan Agung menetapkan mantan direktur utama PT Pertamina (persero) Karen Galaila Agustiawan (KGA) sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait investasi perusahaan di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009 yang merugikan keuangan negara sampai Rp568 miliar berdasarkan Tap-13/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018.
Kejaksaan Agung juga telah melakukan penahanan terhadap dua tersangka lain yaitu mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) Direktorat Hulu PT Pertamina Bayu Kristanto dan Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Frederik Siahaan.
Untuk diketahui, pada Tahun 2009 PT. Pertamina (Persero) telah melakukan kegiatan akuisisi (Investasi Non Rutin) berupa pembelian sebagian asset (Interest Participating/ IP) milik ROC Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia berdasarkan Agreement for Sale and Purchase--BMG Project tanggal 27 Mei 2009 senilai US$31,917,228.00;
Dalam pelaksanaanya Kejagung menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pengusulan Investasi yang tidak sesuai dengan Pedoman Investasi dalam pengambilan keputusan investasi tanpa adanya Feasibility Study (Kajian Kelayakan) berupa kajian secara lengkap (akhir) atau Final Due Dilligence dan tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris.
Hal ini mengakibatkan peruntukan dan penggunaan dana sejumlah US$31,492,851 serta biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) sejumlah AU$ 26,808,244 tidak memberikan manfaat ataupun keuntungan kepada PT. Pertamina (Persero) dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak Nasional yang mengakibatkan adanya Kerugian Keuangan Negara cq. PT. Pertamina (Persero) sebesar USD. 31,492,851 dan AU$ 26.808.244 atau setara dengan Rp. 568.066.000.000,- (lima ratus enam puluh delapan milyar enam puluh enam juta rupiah) sebagaimana perhitungan Akuntan Publik.
Kerugian keuangan negara senilai US$ 31.492.851 dan AU$ 26.808.244 atau setara dengan Rp. 568.066.000.000 ,- (lima ratus enam puluh delapan milyar enam puluh enam juta rupiah), berdasarkan hasil perhitungan Akuntan Publik.