Senin 24 Sep 2018 19:54 WIB

Petani Tadah Hujan Diminta tak Buru-Buru Mulai Tanam

Hujan di Jawa Tengah lebih dipengaruhi fenomena MJO.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Nur Aini
Seorang petani membajak sawah untuk ditanami padi
Foto: ANTARA
Seorang petani membajak sawah untuk ditanami padi

REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Berbeda dengan petani bersaluran irigasi yang diminta segera melakukan musim tanam, petani yang lahannya merupakan sawah tadah hujan diminta tidak buru-buru memulai musim tanam. Hal itu disampaikan pihak BMKG Cilacap, menanggapi hujan yang berlangsung beberapa hari terakhir. 

Prakirawan cuaca BMKG Pos Pengamatan Cilacap, Deas Rifai menyebutkan, hujan yang sempat mengguyur beberapa wilayah Jateng selatan beberapa waktu lalu bukan karena sudah memasuki musim penghujan. ''Hujan yang terjadi beberapa waktu lalu lebih banyak dipengaruhi oleh fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) yakni, terkonsentrasinya awan hujan di satu wilayah yang dipicu oleh kondisi iklim di sekitar kawasan,'' ujarnya.

Untuk itu, dia meminta para petani yang lahan pertaniannya atau lahan sawahnya merupakan lahan kering, diminta untuk tidak buru-buru memulai musim tanam. ''Musim kemarau kami perkirakan masih akan berlangsung hingga akhir Oktober. Kalau petani tadah hujan sudah melakukan musim tanam, masih akan terlalu lama menunggu hujan,'' katanya.

Menurutnya, turunnya hujan di wilayah Jateng selatan, lebih di sebabkan oleh melemahnya badai Mangkhut yang sebelumnya berlangsung di utara wilayah Indonesia. Sementara angin yang terbawa dari daratan Australia relatif masih kering. ''Hal ini menandakan suhu permukaan air laut di selatan wilayah Indonesia cenderung masih dingin sehingga belum terjadi penguapan,'' katanya.

Dia menyebutkan, musim penghujan di Tanah Air akan ditandai dengan suhu air laut di selatan Indoensia yang menghangat. Penguapan dari laut selatan inilah, yang kemudian terbawa hembusan angin dari Australia dan menjadikan hujan di wilayah Indonesia.

Sementara dalam kondisi sekarang, hujan yang berlangsung tidak disertai dengan kondisi tersebut. ''Dengan demikian, hujan yang terjadi pada dasarian ketiga September 2018 ini, hanya insidental saja. Setelah itu, wilayah Jateng selatan akan kembali kering,'' katanya.

Sebelumnya, Dinas Pertanian Banyumas menghimbau para petani di wilayahnya untuk segera memulai musim tanam. Himbauan itu disampaikan mengingat ada sejumlah saluran irigasi yang mulai dialiri air. Hal itu antara lain, areal persawahan yang mendapat pengairan dari saluran irigasi Bendung Gerak Serayu.

''Dengan mulai dibukanya pintu air dari Bendung Gerak Serayu, petani yang lahannya mendapat pasokan air dari irigasi itu diharapkan sudah mulai bisa mengolah sawahnya pada awal Oktober,'' kata Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (Dinpertanbunhut) Kabupaten Banyumas, Widarso.

Dia menyebutkan, lahan sawah yang saat ini mendapat pengairan dari irigasi Bendung Gerak Serayu, antara lain berada di wilayah sebagian Kecamatan Kebasen, Kemranjen, Sumpiuh dan Kecamatan Tambak. ''Luas areal sawahnya, sekitar 3.000 hektare,'' ujarnya.

Sedangkan untuk areal persawahan di luar saluran irigasi Bendung Gerak Serayu, Widarso menyebutkan, kemungkinan baru bisa memulai musim tanam pada bulan November 2018. ''Kemungkinan hujan pada bulan November sudah cukup untuk menggenangi sawah agar bisa dilakukan pengolahan tanah,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement