REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon Wakil Presiden (Cawapres) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan insiden walk-out yang dilakukan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) patut menjadi pelajaran bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan Pemilu 2019. Salah satunya dengan meminimalisasi pawai-pawai yang dilakukan oleh pendukung masing-masing pasangan calon (paslon).
"Menurut saya acara-acara yang bernuansa pamer, pawai seperti itu, mestinya sih kita harus evaluasi ulang. Saya mengajak KPU juga mengevaluasi ulang acara-acara seremonial yang seperti itu," kata Sandiaga, Ahad (23/9).
Sandiaga mengaku sudah melihat dampak dari banyaknya pawai-pawai yang dilakukan selama masa kampanye. Ia menceritakan, saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2017, banyak terjadi saling ejek. Selama pawai, petugas keamanan bahkan perlu membuat pagar betis untuk memisahkan kedua kubu pendukung paslon.
Baginya, hal itu justru negatif. Saling ejek dan berbagai gesekan yang terjadi justru mengaburkan isu-isu substansial yang seharusnya digali dari masing-masing paslon selama masa kampanye.
"Saya ingat banget waktu Pilkada. Sampai harus dipisahin sama pagar betis, pendukung satu paslon sama Anies-Sandi gitu. Sayang gitu lho energi mestinya bisa lebih positif, dihambur-hamburkan untuk hal-hal yang sangat tidak substansial dan cenderung negatif," ujar dia.
Menurut Sandiaga, ajang pawai selama masa kampanye cenderung hanya menjadi ajang unjuk kekuatan dari masing-masing relawan. Hal ini sangat riskan menimbulkan gesekan dan perpecahan.
Sandiaga mengaku sempat mendiskusikan hal ini dengan Calon Presiden (Capres) Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Keduanya sepakat pawai-pawai tersebut seharusnya diminimalisasi.
"Satu, pemborosan anggaran. Kita sama-sama sepakat. Nomor dua, ya begini. Kejadian yang seperti tadi itu salah satu yang dikhawatirkan oleh Pak Presiden. Kita sebenarnya sepakat," ujar dia.