Sabtu 22 Sep 2018 21:01 WIB

Pelatihan Akuntansi Masjid Republika Digelar di Yogyakarta

Kegiatan diikuti 15 pengurus masjid dari berbagai daerah di Indonesia.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
 Pelatihan Akuntansi Masjid di Hotel Cakra Kusuma, Kabupaten Sleman, DIY, Sabtu (22/9).
Foto: Wahyu Suryana.
Pelatihan Akuntansi Masjid di Hotel Cakra Kusuma, Kabupaten Sleman, DIY, Sabtu (22/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Republika dan Ikatan Akuntansi Masjid kembali menggelar Pelatihan Akuntansi Masjid. Kali ini, pelatihan yang sudah dilaksanakan sejak 2016 itu diselenggarakan untuk kedua kalinya di DI Yogyakarta.

Pelatihan Akuntansi Masjid diikuti 15 pengurus masjid dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka merupakan pengurus-pengurus masjid dari Semarang, DI Yogyakarta, Kalimantan Utara, Solo, Pekalongan, dan Bekasi.

Pelatihan dibuka Wakil Pemimpin Redaksi Harian Umum Republika, Nur Hasan Murtiaji. Dalam sambutannya, ia menceritakan, program ini bermula dari keresahan alumni-almuni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).

Terutama, alumni-alumni yang tergabung di Pengurus Masjid Baitul Maal STAN. Dari sana, lahirlah Ikatan Akuntansi Masjid yang menebarkan ilmu pencatatan keuangan untuk masjid secara daring (online).

Semangat yang diusung tidak lain agar pengelolaan keuangan masjid-masjid bisa dilakukan secara transparan dan akuntabel. Pasalnya, beberapa masjid sampai hari ini masih menggunakan buku-buku saja.

Sayangnya, jika buku-buku itu hilang, tentu laporan-laporan yang ada secara otomatis hilang. Padahal, laporan itu dibutuhkan sebagai tanggung jawab tidak cuma untuk masjid, masyarakat, dan Allah SWT.

"Jadi, bicara masjid sekarang tidak cuma pengeras suara, tapi harus yang lebih subtantif salah satunya pengelolaan keuangan masjid, mungkin belum banyak yang sadar, tapi pelan-pelan kita jadikan ini sebagai gerakan," kata Hasan, Sabtu (22/9).

Harapannya, lanjut Hasan, kepengurusan masjid tidak lagi membuat umat Islam dilabeli umat yang asal-asalan. Ia membayangkan, jika masjid-masjid memiliki catatan keuangan, banyak pula potensi-potensi yang bisa dipantau.

Jika umat mengetahui potensi-potensi yang tersimpan, sudah tentu umat turut memahami besarnya kekuatan yang dimiliki. Hasan berharap, pelatihan yang hampir rutin setiap bulan digelar ini dapat menjadi gerakan masif.

"Dan berharap dengan laporan yang transparan dan akuntabel, jamaah akan lebih nyaman mendatangi masjid-masjid," ujar Hasan.

Senada, pemateri Pelatihan Akuntansi Masjid, Absar Jannatin menuturkan, ini merupakan kali kedua pelatihan digelar di DI Yogyakarta. Pelatihan pertama dilaksanakan di Kota Padang dan berlanjut di DKI Jakarta.

Ia menekankan, program ini telah pula mendapat sambutan hangat dari Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla. Karenanya, program pelatihan ini turut dipesankan agar terus berlanjut.

Absar mencatat, Indonesia setidaknya memiliki 800 ribu masjid. Artinya, jika dua orang saja pengurus memahami akuntansi masjid, ada 1,6 juta orang pengurus masjid yang mampu menerapkan akuntansi masjid.

"Dari catatan kami sudah lebih dari 800 masjid di Indonesia sudah disosialisasikan Pelatihan Akuntansi Masjid ini," kata Absar.

Terkait pencatatan, ia mengingatkan, Allah SWT Yang Maha Kuasa dan bisa melakukan apa saja tetap menurunkan malaikat Raqib dan Atid untuk mencatat perbuatan manusia. Itu memberi contoh pentingnya pencatatan.

Belum lagi, umat Islam tentu memahami kalau setelah meninggal akan ada satu fase kita semua mengalami hisab. Di sana, akan ditunjukkan catatan-catatan atas perbuatan manusia semasa hidup.

Untuk itu, Absar menekankan, umat Islam apalagi pengurus-pengurus masjid memang memiliki kewajiban melakukan pencatatan. Sehingga, segala informasi yang ada di masjid, baik pengeluaran maupun penerimaan, memiliki kejelasan.

"Jadi tidak ada cerita kita terima uang dan ke luar uang begitu saja, harus tercatat jelas agar jamaah mengetahui," ujar Absar.

Peserta dari Masjid Agung Surakarta Solo, Rullysta Septerina mengatakan, pelatihan berjalan cukup menyenangkan dan membuat otak berpikir kembali. Sebab, sudah lama tidak belajar akuntansi.

Kesulitannya karena harus mengingat lagi ilmu-ilmu zaman kuliah belasan tahun lalu. Tapi, ia menilai, sekarang ini ilmu akuntansi semakin penting karena jika tidak menguasainya tidak bisa mengelola uang.

"Tidak bisa mengelola uang yang memiliki tanggung jawab besar, jadi harus bisa minimal ilmu penganggaran," kata Rullysta.

Peserta lain dari Masjid Agung Darul Jalal Kalimantan, Rahadian Yusuf Dwi Mahendra, mengaku bersyukur sudah mendapat ilmu modern tentang pelaporan akuntansi masjid. Ini jadi yang pertama kali diikutinya.

Untuk aplikasi yang diterapkan, ia merasa cukup mudah diakses dan dikerjakan. Rahadian berharap, pelatihan-pelatihan serupa bisa diadakan ke masjid-masjid seluruh Nusantara.

"Semoga implementasinya akan mudah juga, dan berharap pelatihan ini bisa diadakan di seluruh Indonesia," ujar Rahadian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement