REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Dessy Suciati Saputri
Pemerintah menyiapkan dua skema sebagai opsi bagi tenaga honorer yang tak bisa mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018. Kedua skema tersebut adalah pengangkatan honorer sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan pemberian gaji sesuai upah minimum regional (UMR).
Skema tersebut disepakati pemerintah dalam rapat di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (21/9). Rapat dihadiri Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), serta kementerian dan lembaga terkait lainnya. Para menteri juga sempat melaporkan hasil rapat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tenaga honorer yang diangkat menjadi PPPK akan mendapatkan hak keuangan yang setara dengan pegawai negeri sipil (PNS). Selain itu, PPPK bisa dikontrak hingga usia 65 tahun atau sesuai dengan batas maksimal usia pensiun PNS.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Syafruddiin mengatakan, PPPK menjadi solusi bagi para guru honorer yang sudah berusia lebih dari 35 tahun sehingga tak bisa mengikuti seleksi CPNS. "PPPK bisa diikuti oleh yang berumur 35 tahun ke atas," kata Syafruddin dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan, PPPK berlaku pula bagi tenaga honorer yang memenuhi syarat seleksi CPNS, tapi tak lulus dalam ujian. Meski begitu, Syafruddin menegaskan, pengangkatan honorer melalui jalur PPPK tetap disertai seleksi.
Pengangkatan honorer melalui skema PPPK akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP). Setelah PP dikeluarkan, seleksi PPPK bakal segera dilakukan. "Yang pasti, seleksi dilakukan setelah ujian CPNS selesai," kata Menpan RB.
Mantan wakapolri tersebut mengatakan, skema PPPK dibuat karena pemerintah peduli dengan tenaga honorer, seperti guru honorer. Pemerintah, kata Syafruddin, tak pernah menafikan keberadaan tenaga honorer yang sudah lama berjasa bagi bangsa.
"Negara tidak pernah mengabaikan itu. Pasti kita memikirkan," katanya.
Pemerintah juga telah menyiapkan skema lainnya jika tenaga honorer tak lolos seleksi PPPK. Yakni, skema untuk memberikan kesejahteraan memadai sesuai dengan UMR di masing-masing daerah.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan, banyak guru honorer yang dibayar di bawah UMR. "Ini tentu tidak manusiawi karena untuk masyarakat umum saja ada batasan UMR. Maka, harus disesuaikan dengan UMR di masing-masing daerah," ujar Bima.
Bima mengatakan, Presiden Jokowi berpesan agar tak ada lagi perekrutan tenaga honorer jika skema yang disiapkan pemerintah tersebut dijalankan. Menurut dia, poin tersebut harus betul-betul dijalankan para kepala daerah atau pejabat pembina kepegawaian.
"Karena kalau tidak, masalah tenaga honorer ini tidak akan pernah berhenti," kata dia.
Terkait seleksi PPPK, Bima mengatakan, pemerintah tetap harus melakukan penyaringan untuk menjaga kualitas tenaga kerja pemerintah. "Ujian ini merupakan ketentuan yang harus diikuti berdasarkan undang-undang. Seleksi juga dilakukan sesuai dengan kebutuhan," ujar dia.
Bima menjelaskan, Kementerian Keuangan masih menggodok rancangan PP PPPK terkait kemampuan keuangan negara. Pemerintah juga akan membuat peta jabatan formasi untuk PPPK guna memetakan prioritas bidang yang dibutuhkan.
Bima mengungkapkan, PPPK tidak mendapatkan uang pensiun layaknya PNS. Namun, kata dia, ke depan bisa saja ada perubahan. Asalkan, PPPK bersedia gajinya dipotong untuk membayar premi pensiun.
Menurut dia, BKN sudah berdiskusi dengan PT Taspen (Persero) untuk mengelola pensiun PPPK. Taspen, kata Bima, menyatakan bersedia.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meminta pemerintah daerah agar tak lagi melakukan perekrutan tenaga didik honorer. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengaku telah membuat surat edaran kepada pemerintah daerah agar tak melakukan rekrutmen guru honorer.
"Kalau ada pengangkatan guru itu bisa kita pantau melalui data pokok pendidikan (dapodik) yang ada di Kemendikbud," ujar Muhadjir.