REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Indonesia Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ditantang oleh ilmuwan untuk berkampanye soal kesehatan di Indonesia. Kampanye ini termasuk soal isu vaksin yang masih jadi pro-kontra di masyarakat.
Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (Almi) Profesor Dr Musdah Mulia menekankan kualitas kesehatan suatu bangsa merupakan cerminan dari kualitas sumber daya manusianya. "Capres nanti mau kampanye soal kesehatan nggak? Kalau nggak, sorry aja. Karena yang mewakili kualitas suatu bangsa itu kualitas kesehatannya," kata Musdah yang juga merupakan dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam diskusi tentang vaksin di Jakarta, Jumat (21/9).
Ketua ALMI Prof Jamaluddin Jompa dalam diskusi tersebut memberikan tanggapan apabila pemerintah bisa membuat kebijakan tentang kewajiban imunisasi akan membantu peningkatan kualitas kesehatan di Indonesia. Namun, ia kembali mempertanyakan apakah pemerintah Indonesia berani membuat kebijakan yang tidak populer tersebut. Terlebih masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menyisakan satu tahun, dan berganti pada pemerintahan Indonesia 2019-2024.
Koordinator Kelompok kerja Sains dan Pendidikan Almi Sudirman Nasir menambahkan hampir di semua negara yang harapan hidup masyarakatnya di atas 75 tahun menerapkan kebijakan publik tentang kesehatan. Salah satunya ialah mewajibkan imunisasi pada masyarakatnya sebagai syarat untuk mendapatkan insentif atau sebaliknya.
Menurut dia, kebijakan tersebut memang tidak populer di awal namun dampaknya untuk kesehatan masyarakat di masa depan.
Anggota Almi yang juga peneliti vaksin dari PT Bio Farma Neni Nurainy menjelaskan bahwa imunisasi merupakan upaya pencegahan dari penyakit dengan biaya yang jauh lebih murah ketimbang biaya pengobatan. Neni mencontohkan vaksin untuk Hepatitis B dengan harga Rp 150 ribu bisa memberikan perlindungan pada tubuh seseorang hingga 10 tahun.
"Akan tetapi kalau sudah sakit, untuk satu kali proses pengobatan itu bisa Rp 50 juta. Dan dia harus melakukannya seumur hidup, juga berpotensi menjadi fase sirosis dan bahkan kanker," kata Neni.
Tanggapan masyarakat tentang vaksin di Indonesia saat ini belum mendapatkan animo yang cukup baik. Ada beberapa kalangan yang menolak untuk mengimunisasi anaknya karena takut akan efek yang ditimbulkan atau masalah keyakinan agama.
Cakupan imunisasi campak rubella (MR) yang dilakukan di 28 provinsi luar Pulau Jawa hingga saat ini masih sekitar 50 persen dari target 95 persen. Kampanye imunisasi MR yang dilakukan pemerintah dimulai sejak Agustus hingga September 2018.