REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim kemarau ini akan berlangsung hingga akhir September 2018 dan dilanjutkan dengan musim hujan. BMKG menjelaskan proses ini juga dipengaruhi kondisi di Australia
Kepala Bagian Humas BKMG, Harry Tirto Djatmiko mengatakan musim kemarau di Indonesia dipengaruhi pergerakan semu matahari. Ketika gerakan semu matahari menuju belahan bumi selatan, maka wilayah Indonesia mulai berpotensi terbentuknya hujan.
Kemarau yang panjang ini berdampak pada sejumlah wilayah di Indonesia mengalami kekeringan. Salah satu yang paling parah adalah Pulau Jawa. Hal ini menyebabkan banyak petani kesulitan melangsungkan kegiatan pertanian mereka.
Meskipun beberapa tempat di Indonesia mengalami musim kemarau, ada pula yang sudah mengalami pertanda akan hujan. "Tapi ada beberapa tempat yang sudah ada potensi hujan, dan biasanya selalu diidentikkan dengan masa pancaroba atau masa transisi," kata Harry, pada Republika.co.id, Jumat (21/9).
Lebih lanjut, Harry mengatakan, kondisi musim di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi di Australia. Ketika keadaan di Australia bertekanan tinggi, maka di Asia akan bertekanan rendah. Keadaan ini berarti puncak musim kemarau.
Selain itu, Harry menjelaskan, aliran massa udara dari Australia tersebut menuju ke Asia. Posisi Indonesia yang berada di tengah-tengah kemudian merasakan dampaknya. Periode dampak tersebut yakni pada bulan Juni hingga September. Pada saat itu, aliran massa udara yang sampai ke Indonesia kering dan dingin.
"Indonesia karena aliran masa udara dingin dan kering maka potensi hujannya kecil. Itulah yang dikenal musim kemarau untuk wilayah Indonesia selatan khatulistiwa," kata dia.