REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa santun dan guyub bersilaturahmi. Sikap kearifan lokal itulah yang mampu menjadi perekat persatuan dan kesatuan ditengah keberagaman di bumi nusantara.
Namun, di era kecanggihan informasi teknologi (IT) dan menjelang pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres), kesantunan dan keguyuban di tengah masyarakat seolah hilang. Gantinya masyarakat menjadi terbelah dan terkotak-kotak hanya karena berbeda pilihan. Kondisi itu diperparah dengan terjadinya saling serang, saling fitnah, dan saling sebar hoaks melalui media sosial (medsos) di dunia maya. Ironisnya, masyarakat tidak sadar, kondisi gaduh ini bisa dimanfaatkan kelompok-kelompok yang ingin memecah-belah bangsa.
“Masyarakat harus lebih dewasa menyikapi proses demokrasi lima tahunan yaitu pemilu dan pilpres. Berbeda pilihan itu dalam alam demokrasi itu adalah hal biasa dan semua harus sadar bahwa pemilu dan pilpres adalah proses pemilihan pemimpin bangsa yang harus berjalan aman. Jangan sampai pemilu dan pilpres justru membuat bangsa ini terpecah belah dan bermusuhan, apalagi merusak hubungan silaturahmi dan persaudaraan yang selama ini berjalan indah dan harmonis,” kata Ketua International Conference for Religious and Peace (ICRP), Prof Dr Hj Musdah Mulia, di Jakarta, Jumat (21/9).
Menurutnya, sangat disayangkan hanya karena pemilu yang hasilnya hanya selama lima tahun, hubungan silaturahmi anak bangsa menjadi terputus. Padahal, hubungan silaturahmi bangsa Indonesia adalah hubungan darah yang tidak mungkin terputus. Ia tidak bisa membayangkan jika satu keluarga yang bernama Indonesia itu terpecah-pecah karena beda pilihan dalam memilih pemimpin.
Musdah mengingatkan bahwa momentum gaduh jelang pilpres ini memiliki potensi untuk dimanfaatkan kelompok radikal terorisme. Hal ini harus diwaspadai dengan baik. Pasalnya, kelompok radikal terorisme memang memiliki agenda terselubung untuk memanfaatkan momentum seperti ini untuk membuat kekacauan dan aksi terorisme.
“Kita harus menyadari bahwa semua anak bangsa bertanggung jawab untuk menjaga negeri ini dari berbagai persoalan. Jangan sampai hanya karena kepentingan satu kelompok kita bisa bercerai berai,” tutur Musdah.
Musdah menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat indah dan istimewa dibanding dengan negara lain. Karena itu seluruh bangsa harus menjaganya secara seksama dan semua orang harus memainkan peran untuk menjaga negeri ini dan menghargai hasil perjuangan para pendiri bangsa. Selain itu, seluruh bangsa jangan sampai mudah mudah di adu domba oleh kelompok tertentu yang ingin menghancurkan Indonesia.
Untuk menghindari masalah-masalah tersebut diatas, lanjut Musdah, bagi umat islam sangat penting memahami tugas dakwah. Sebagaimana tujuan utama dakwah itu adalah transformasi atau melakukan perubahan dari negatif ke positif, bukan memicu dan mengakibatkan permasalahan. Menurutnya, Jika dakwah tidak dimaknai secara benar maka akan menimbulkan masalah di tengah-tengah masyarakat. Dakwah dengan tujuan transformasi adalah bagian dari perintah agama bahwa setiap orang harus melakukan tranformasi ke arah yang lebih.
“Manusia harus menyadari tugas pokoknya di dunia ini yaitu sebagai khalifah di muka bumi yang bertanggung jawab untuk memakmurkan bumi dan semua isinya. Dengan demikian perdamaian umat manusia dapat terwujud,” kata Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender ini.