Jumat 21 Sep 2018 06:13 WIB

Alasan Pemerintah Harus Impor Beras

Pemerintah akan pertemukan Mendag Enggartiasto dan Dirut Bulog Budi Waseso.

Bulog Divre Sumbar terpaksa menyewa gudang milik swasta untuk menampung 7.500 ton beras impor asal Vietnam. Bila impor tetap dilanjutkan, maka Bulog harus menyewa gudang lain dengan biaya ratusan juta perbulan.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Bulog Divre Sumbar terpaksa menyewa gudang milik swasta untuk menampung 7.500 ton beras impor asal Vietnam. Bila impor tetap dilanjutkan, maka Bulog harus menyewa gudang lain dengan biaya ratusan juta perbulan.

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Dessy Suciati Saputri, Melisa Riska Putri

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan impor beras merupakan keputusan bersama. Keputusan diambil dalam serangkaian rapat koordinasi yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Perdagangan dan Perum Bulog.

Keputusan impor pertama kali dilakukan dalam rapat koordinasi pada 15 Januari 2018. Pemerintah memutuskan impor beras sebanyak 500 ribu ton karena harga rata-rata beras medium melonjak menjadi Rp 11.300 per kg melebihi harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 9.450 per kg.

Saat itu, kata Darmin, stok beras Bulog tersisa 903 ribu ton. Sedangkan, konsumsi masyarakat setiap bulan mencapai 2,3 juta-2,4 juta ton. "Sehingga Bulog kita jaga stoknya di angka 2 juta ton. Karena kalau di bawah 1 juta ton, kita anggap ini masalah," ujar Darmin saat konferensi pers di Istana Presiden, Jakarta, Kamis (20/9).

Pemerintah kemudian memutuskan menambah impor beras sebanyak 500 ribu ton dalam rapat koordinasi pada 19 Maret 2018. Impor ditambah karena persediaan Bulog semakin menipis menjadi 590 ribu ton. Apalagi, impor tahap pertama belum semuanya terealisasi karena ada hambatan di negara asal.

Selain itu, realisasi produksi dalam negeri tak sesuai. "Pada rakor 28 Maret 2018, stok beras kemudian tercatat naik dari 590 ribu ton menjadi 649 ribu ton," katanya.

Namun, pemerintah tak ingin mengambil risiko karena akan menghadapi musim kemarau. Maka, kata Darmin, diputuskan impor tambahan sebanyak 1 juta ton. Sehingga, total impor beras sebanyak 2 juta ton. 

"Setelah rakor pada 28 Maret 2018, pemerintah tak lagi mengambil keputusan impor," kata Darmin.

Realisasi impor beras mencapai 1,4 juta ton dari total 2 juta ton beras. Sebanyak 200 ribu ton beras gagal diimpor dari India karena sejumlah persoalan. Sisanya sebesar 400 ribu ton masih dalam proses.

"Intinya impor ini diputuskan bersama. Tidak ada yang tidak setuju. Semua setuju karena semua sadar stok Bulog terlalu kecil," ujar Darmin. 

Darmin mengatakan, dari stok Bulog 2,2 juta ton, sebanyak 1,4 juta ton merupakan beras impor. Sedangkan, beras hasil serapan lokal sebanyak 800 ribu ton.

Darmin mengaku segera mempertemukan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Dirut Bulog Budi Waseso yang belakangan ini berpolemik soal impor beras. Budi Waseso sempat mengeluarkan umpatan yang mengarah kepada Mendag karena tak mau memikirkan soal penuhnya gudang Bulog. 

Bulog pun berharap pemerintah tak lagi mengimpor beras hingga pertengahan tahun depan. "Saya masih cari waktu dengan beliau-beliau. Akan saya pertemukan mereka," kata Darmin.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meminta Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution memanggil Enggartiasto dan Budi Waseso. "Secepatnya dipertemukan. Presiden sudah minta Menko (Darmin) mengundang (Mendag dan Dirut Bulog)," kata Moeldoko di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (20/9).

Menurut dia, pertemuan tersebut perlu dilakukan sehingga koordinasi terkait pasokan beras berjalan baik. Ia meyakini, kisruh antara Mendag dan Dirut Bulog hanya masalah komunikasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement