REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bekerja sama dengan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya (Dirlantas PMJ) siap menguji coba sistem tilang elektronik (e-tilang) pada awal Oktober. Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, ada beberapa jenis pelanggaran yang akan ditindak dengan sistem ini.
"Ini merupakan upaya dari Dirlantas PMJ dengan Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan pembelajaran kepada aparat dalam melakukan tindakan prioritas," kata Andri di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Rabu (19/9).
Sistem e-tilang akan berlaku untuk pelanggaran kecepatan, pelanggaran rambu lalu lintas, pelanggaran marka, tindakan melawan arus, termasuk pengeteman, dan parkir liar. Semua kendaraan yang melintas akan diawasi dengan kamera pengintai atau CCTV.
Dalam poster sosialisasi dari Dishubtrans DKI Jakarta dan Dirlantas PMJ disebutkan, ada empat CCTV high definition (HD) dengan akurasi 90 persen yang digunakan untuk mengawasi pengguna jalan. Alat itu akan dipasang di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman hingga Jalan MH Thamrin. Kelebihan alat ini yaitu dapat merekam data wajah pengemudi, nomor polisi, dan ciri fisik kendaraan yang melintas. Tak hanya itu, sistem e-tilang juga dilengkapi 14 CCTV suara milik Pemprov DKI, CCTV di 78 dari 300 persimpangan yang sudah terkoneksi dengan NMTC PMJ, dan delapan CCTV per lokasi (FTX dan fixed dome).
Andri menjelaskan, CCTV milik Dishubtrans kurang tajam. Oleh karena itu, lokasi uji coba akan dipasangi CCTV milik Dirlantas. Kedua instansi itu telah melakukan survei bersama dan menentukan titik lokasi pemasangan CCTV. Ada tiga lokasi yang akan dilengkapi CCTV, yaitu di Bandung 2, Bandung 3, dan Bandung 4.
"Nanti sudah kita akan siapkan tiangnya. Nanti semua itu akan dipasang oleh Dirlantas PMJ. Nanti bisa diintegrasikan dengan CCTV yang sudah kita pasang," ujar dia.
Data yang terekam oleh CCTV akan dikirim ke pusat monitoring e-tilang. Polisi akan melakukan pemberitahuan pertama melalui nomor gawai pemilik kendaraan. Kemudian, surat bukti pelanggaran elektronik akan dikirim ke alamat pemilik kendaraan, lengkap dengan foto bukti pelanggaran. Polisi juga bisa mendatangi rumah sesuai data kepemilikan kendaraan.
Pelanggar wajib membayar denda dengan cara mengirimkan sejumlah uang sesuai yang tercantum dalam surat tilang elektronik. Denda ditransfer melalui akun virtual Dirlantas di Bank BRI. Jika dalam dua pekan tidak ada pembayaran, Dirlantas akan melakukan pemblokiran STNK secara otomatis. Menurut Andri, denda akan diakumulasikan pada saat perpanjangan STNK.
Denda yang ditetapkan maksimal senilai Rp 500 ribu. Untuk sementara, sistem ini hanya berlaku untuk kendaraan dengan pelat B. Sebab, data yang dimiliki Dirlantas belum terintegrasi secara nasional.