REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pakar Hidrologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Maryono, mengajak masyarakat terbiasa memanen air hujan saat musim hujan tiba. Kegiatan itu dirasa sangat perlu untuk mengantisipasi dampak kekeringan yang terjadi saat musim kemarau sebelumnya.
"Kita seharusnya selalu waspada menghadapi kekeringan layaknya mengantisipasi bahaya banjir," kata Agus.
Ia menilai, antisipasi kekeringan saat musim kemarau dapat diantisipasi dengan memaksimalkan air hujan yang turun dengan membuat bak penampung atau air dapat disalurkan ke dalam sumur.
"Mari kita kelola air hujan selama empat-enam bulan tersebut," ujar Agus.
Menurut Agus, menampung air hujan sangat bagus untuk mengurangi ketergantungan penduduk terhadap PDAM. Bahkan, ia merasa, para petani dapat pula memanfaatkan air hujan dengan membuat sumur atau kolam di sekitar lokasi pertanian.
Untuk rumah yang memiliki sumur, panen hujan bisa dilakukan dengan mengalirkan air hujan dari atap melalui pipa air menuju sumur. Bila tidak memiliki sumur, bisa dilakukan menggunakan bak-bak penampung.
Untuk menyaring air hujan dari kotoran debu di atap, bisa digunakan penyaring sederhana seperti bahan kain dan kaos. Namun, kebiasaan ini tidak dilakukan masyarakat karena tidak terbiasa melakukan itu.
Akibatnya, saat musim kemarau datang banyak daerah yang kekurangan sumber air. Padahal, ia menekankan, dulu masyarakat sangat akrab mengelola air hujan, tapi sekarang sudah diserahkan ke urusan teknis.
"Menyerahkannya ke PDAM atau bagian irigasi untuk pertanian," kata Agus.
Untuk daerah pertanian, petani terbiasa membuat kolam ikan di persawahan yang menggunakan air hujan. Saat musim kemarau datang sisa air kolam masih merembes di sekitar persawahan.
"Air hujan bisa dimanfaatkan untuk perikanan," ujar Agus.
Selain itu, Agus mengajak masyarakat terbiasa mencari sumber mata air. Malah, mengelola sumur tua yang sudah lama tidak terpakai untuk dikelola bisa menampung air hujan.
Menurut Agus, keperluan itu sangat penting untuk menampung air hujan dan bisa digunakan saat musim kemarau tiba. Soal kelayakan air hujan untuk dikonsumsi, ia menilai air hujan di Indonesia masih layak konsumsi.
Agus telah pula melakukan penelitian 20 kali lebih soal tingkat keasaman air hujan di berbagai daerah seperti Yogyakarta, Bali, Bogor sampai Jakarta. Dari sana ditemukan rata-rata tingkat derajat keasaman (pH) air hujan mencapai 7,2-7,4.
"Layak untuk dikonsumsi, namun untuk air hujan pertama hingga ketiga sebaiknya jangan dulu dikonsumi namun digunakan untuk keperluan lain karena masih berisi debu dan polusi lainnya," kata Agus.