Selasa 18 Sep 2018 15:50 WIB

Bawaslu: Caleg Koruptor Dapat Diberi Tanda

Persetujuan pemberian tanda menujukan dukungan Bawaslu untuk pemberantasan korupsi.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/8).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendukung gerakan antikorupsi terkait mantan koruptor yang akan maju sebagai calon legislatif (caleg). Dukungan tersebut termasuk usulan agar caleg koruptor diberi tanda dalam surat suara untuk memberikan informasi kepada pemilih.

Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar mengatakan, lembaganya juga mendukung ada pengumuman caleg mana saja yang pernah menjadi mantan napi koruptor. Langkah lainnya, Fritz mengatakan, juga bisa dengan membuat daftar atau memampangkan foto caleg koruptor di TPS.

Fritz mengungkapkan, usulan penandaan bagi caleg yang terlibat kasus korupsi sebenarnya telah didiskusikan sebelum Peraturan Komisi Pemiliham Umum (PKPU) nomor 20 diterapkan. PKPU nomor 20 tahun 2018 mengatur tentang pencalonan anggota DPR, DPRD dan DPD.

“(Dalam diskusi) kalau mau gerakan antikorupsi, silakan,” kata Fritz Edward Siregar di Jakarta Pusat, Selasa (18/9).

Fritz mengatakan, Bawaslu sebelumya juga telah meminta partai untuk menandatangani pakta integritas. Ia mengatakan, hal itu agar partai mengirimkan caleg yang bukan mantan narapidana  korupsi.

Menurut Fritz, jika kemudian partai tersebut masih mengirimkan caleg koruptor maka hak masyarakat untuk melakukan penilaian. Fritz menambahkan dukungan terhadap pemberantasan korupsi tersebut tidak lantas membuat Bawaslu melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dia mengatakan, Bawaslu tetap memiliki tugas untuk menjaga hak dipilih dan memilih. Hal tersebut termasuk meloloskan sejumlah caleg berlatar belakang narapidana korupsi.

"Menurut Bawaslu itu adalah hak yang melekat pada kita semua dan itu diberikan oleh Undang-Undang Dasar,” katanya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) telah memutus uji materi PKPU nomor 20 tahun 2018 Pasal 4 ayat 3 terhadap terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu). Dalam putusannya, MA menyatakan, larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu.

Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg napi korupsi menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, KPU belum membahas mekanisme pemberitahuan mengenai caleg mantan napi koruptor kepada masyarakat. Saat ini, kata dia, KPU akan fokus terlebih dahulu untuk merevisi PKPU dengan adanya putusan MA.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid mengaku tak masalah dengan adanya usulan untuk menandai calon anggota legislatif yang berasal dari mantan narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba dalam surat suara. Hidayat juga tak mempersoalkan jika caleg eks napi tiga tindak pidana tersebut diumumkan ke publik.

"Kalau ini mau dilakukan, ya, dilakukan saja. Ketentuan itu kalaupun dengan menggunakan tanda dan sebagainya, ya, itu kewenangan KPU (Komisi Pemilihan Umum)," ujar Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9).

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement