Selasa 18 Sep 2018 13:46 WIB

#PrayForLombok: Habis Gempa Terbit Wabah Malaria

Pemkab Lombok Barat pekan lalu menetapkan status KLB malaria.

Rep: Muhammad Nursyamsyi, Febrianto Adi Saputro, Inas Widyanuratikah/ Red: Andri Saubani
Warga di Desa Guntur Macan, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, berinisiatif mendirikan kembali rumah mereka yang roboh akibat gempa dengan memanfaatkan sisa bangunan yang ada, Rabu (5/9).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Warga di Desa Guntur Macan, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, berinisiatif mendirikan kembali rumah mereka yang roboh akibat gempa dengan memanfaatkan sisa bangunan yang ada, Rabu (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, Pulau Lombok di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) belum benar-benar usai dihantam bencana. Setelah musibah gempa yang mengguncang salah satu pulau wisata itu, kini muncul wabah malaria di sebagian wilayah.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat pada pekan lalu menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) terhadap kasus malaria untuk tingkat kecamatan di Kecamatan Gunungsari. Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid mengatakan, penetapan KLB malaria tak lepas dari meningkatnya jumlah kasus malaria.

Fauzan mengaku sudah membuat Surat Keputusan (SK) status KLB yang ia tandatangani sejak Rabu (12/9). Dia berharap dengan penetapan status KLB, penanganan terhadap malaria bisa lebih maksimal lagi.

"Penetapan status KLB supaya penanganan nalaria bisa lebih masif dan didukung Pemprov NTB dan Kemenkes karena memang kita tidak mampu menangani sendiri," ujar Fauzan di Kantor Bupati Lombok Barat, NTB, Jumat (14/9).

Dia menilai, secara finansial dan tenaga medis, Pemkab Lombok Barat tidak mampu menangani kasus tersebut mengingat pada saat yang sama juga masih harus melakukan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa. Ia menyampaikan, gempa yang melanda Pulau Lombok mengakibatkan sekira 57 ribu rumah penduduk rusak dan lebih dari 110 ribu jiwa mengungsi.

Fauzan mengungkapkan, penetapan status KLB malaria di Lombok Barat sudah memenuhi syarat dan aturan penetapan KLB. Hal itu sesuai Permenkes RI Nomor 949 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa.

"Kasus malaria di Lombok Barat sudah melebihi syarat untuk ditetapkan KLB. Pasalnya, jumlah kasus yang terus meningkat, dan jumlah prosentase peningkatan kasus dibanding tahun sebelumnya, dan juga ada bayi yang positif malaria," kata Fauzan.

Kepala Dinas Kesehatan Lombok Barat, Rahman Sahnan Putra mengatakan, hingga Kamis (13/9) tercatat malaria sudah menyerang sekitar 128 orang. Angka itu termasuk ibu hamil, bayi, dan balita yang tersebar di 28 dusun, 10 desa, dan 4 kecamatan di Lombok Barat, meliputi Kecamatan Gunungsari, Batulayar, Lingsar, dan Narmada.

"Kasus Malaria sendiri, pertama kali ditemukan pada akhir Agustus di pos pengungsian Desa Penimbung, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, dan kemudian terus menyebar hingga saat ini," ujar Rahman di Lombok Barat, NTB, Jumat (14/9).

Rahman mengatakan, dari 128 pasien positif malaria terdapat satu orang ibu hamil, dua bayi, dan dua balita. Para pasien saat ini dirawat di Puskesmas Gunungsari, Puskesmas Penimbung, Rumah Sakit Islam Mataram, dan RSUD Gerung Lombok Barat.

"Jika dibandingkan Agustus dan September pada 2017, peningkatan kasus sangat besar karena pada 2017 hanya ditemukan enam kasus saja di bulan yang sama," kata dia.

Rahman mengatakan, selain merawat dan mengobati penderita malaria, saat ini upaya pencegahan juga dilakukan dengan pembagian kelambu dan lotion anti nyamuk kepada masyarakat di empat kecamatan terdampak. Namun, kata dia, Pemkab Lombok Barat baru mampu menyediakan sekitar 2.500 unit kelambu dari sekitar 10 ribu unit yang dibutuhkan.

"Sejak ditetapkan KLB, sudah ada bantuan 5.000 kelambu dari PMI dan 1.500 dari Global Fund, tapi ini masih dalam perjalanan," ucapnya.

Baca juga:

Kendala proses MBS

Menurut Rahman, hal yang cukup berat dalam penanganan KLB Malaria di Lombok Barat adalah proses mass blood survey (MBS) atau pemeriksaan darah massal, di lokasi terjangkit Malaria. Sebab dalam aturan WHO, MBS harus dilakukan kepada seluruh masyarakat di lokasi terdekat dengan wabah malaria.

"Sehingga taksiran kita itu harus melakukan melakukan MBS untuk seluruhnya diperkirakan membutuhkan 18 ribu stick atau setara dengan Rp 996 juta. Ini baru harga stick, belum lagi operasional dan tahapan lainnya," ucap Rahman.

Ia memperkirakan, Lombok Barat membutuhkan dana sekitar Rp 3,4 miliar untuk penanganan kasus malaria tersebut. Gubernur NTB yang baru saja lengser, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi mengatakan, pemerintah terus melakukan langkah preventif untuk mencegah jatuhnya korban dengan melakukan pengasapan (fogging).

"Ya kita preventifnya dengan fogging, lalu dengan memeriksa tempat pengungsian, ada genangan air kita bersihkan," kata TGB di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, Jumat (14/9) malam.

Hingga akhir pekan lalu, TGB mengaku belum mendengar adanya korban meninggal akibat malaria tersebut meskipun saat ini sudah ada 128 orang yang terjangkit malaria. TGB menambahkan, jumlah korban relatif meningkat dibanding tahun sebelumnya. Salah satu faktornya yaitu adanya peristiwa gempa yang kerap melanda Lombok belakangan ini.

"Jadi memang pascagempa ini kan kondisi kesehatan itu rentan ya untuk ada wabah, ada penyakit menular pascagempa, faktornya signifikan memang dalam meningkatnya yg terkena malaria. Jadi itu bagian dari ekses gempa," jelasnya.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemneko PMK) meminta semua pihak segera melakukan upaya penanganan kejadian malaria di Lombok. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, Sigit Priohutomo mengutip arahan Menko PMK Puan Maharani.

"Usai terjadinya gempa bumi di Lombok dan sekitarnya, masyarakat yang menjadi korban bencana sangat rentan terkena penyakit. Sehingga upaya-upaya antisipasi serta penanganan kesehatan harus menjadi fokus utama pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan dan dinas terkait," kata Sigit, dalam konferensi pers di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Senin (17/9).

Sigit mengatakan, untuk memastikan bagaimana penyebaran malaria dan pencarian korban selanjutnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat telah melakukan mass blood survey (MBS) dan mass fever survey (MFS). Setelah survei ini, pemerintah akan dapat menentukan langkah selanjutnya dalam menangani penyebaran malaria ini.

"MBS kita ambil darahnya dan MFS ada yang gejala panas kita survei. Dari hasil itulah kita temukan yang positif malaria. Dari situlah, itu kita menentukan kasus yang meningkat. Dari kasus meningkat ini kita obati semuanya, supaya tidak terjadi penularan baru," kata Sigit melanjutkan.

MBS dilakukan kepada 3.779 orang. Selanjutnya, apabila ditemukan kasus aktif orang tersebut akan segera diobati agar tidak terjadi penyebaran lebih lanjut. Hal ini dianggap efektif untuk menemukan dan mengobati kasus secara dini dan mencegah penyebaran.

Selain dilakukan survei tersebut, Sigit mengatakan Kemenkes juga melakukan pengamatan dan pengendalian vektor, investarisasi obat-obatan di NTB, dan mendistribusikan kelambu berinsektisida sebanyak 2.400 lembar. Selain itu, Kemenkes juga melakukan pelatihan tenaga mikroskopis untuk meningkatkan kembali keakuratan identifikasi malaria.

[video] TGB: Dukungan Masyarakat adalah Semangat Bagi NTB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement