REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat politik Para Syndicate Ari Nurcahyo menilai, dukungan Ijtima Ulama II kepada Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengukuhkan branding ulama-umara pada pasangan itu. Menurut dia, komposisi ulama-umara memang menjadi tren dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2019.
Ia mengatakan, sejak awal bakal calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) maupun Prabowo ingin mengangkat duet antara nasionalis dengan religius. Karena itu, diadakan Ijtima Ulama yang merekomendasikan nama-nama ulama untuk mendampingi Prabowo.
"Itu misinya, antara ulama umara. Kalau di Jokowi kan jelas, ada Ma'ruf Amin. Sementara prabowo dari awal ingin mengakomodasi dirinya dengan ulama. Ijtima Ulama," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (17/9).
Namun, adanya dinamika politik tidak memungkinkan Prabowo mengusung ulama sebagai pasangannya. Sementara, kehadiran Sandiaga Uno dinilai tak mampu mengangkat branding ulama.
"Branding ulama umara ini ingin tetap diusung oleh pasangan prabowo-sandiaga. Ijtima Ulama II mengukuhkan posisi itu," kata dia.
Menurut Ari, tren ulama umara muncul bukan tanpa sebab. Menguatnya politik identitas dan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam menjadi salah satu alasannya.
Karena itu, kata dia, ulama umara merupakan representasi dari tokoh nasionalis dan religius yang bisa membawa bangsa lebih maju. "Untuk tetap mengakomodasi narasi besar ini, Ijtima Ulama menjadi penting. Karena memang tren politik di dalam negeri sedang mengarah ke sana," ujar dia.
Meski begitu, kata dia, yang menjadi pekerjaan berat adalah menjaga keadaban publik agar tidak terjadi polarisasi di masyarakat. Pasalnya, elite politik sering kali terjerumus pada model politik identitas.
"Jangan sampai kita terjerumus pada model eksploitasi politik identitas yang membuat pembelahan di masyarakat," kata dia.