Senin 17 Sep 2018 07:47 WIB

Rupiah dan 'Test of the Truth'

Selama pembiayaan defisit dilakukan dari pasar finansial nilai rupiah akan rentan.

Adiwarman Karim
Foto: Republika/Da'an Yahya
Adiwarman Karim

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Adiwarman A Karim

Ekonomi Indonesia tahun 2018 jelas jauh lebih kuat daripada tahun 1998. Namun, menjelaskan ekonomi yang lebih kuat saja tanpa menjelaskan turbulensi ekonomi global yang dihadapi ibarat membicarakan teori di ruang hampa.

Ibarat menjelaskan rumah batu pada tahun 2018 lebih kuat daripada rumah semipermanen pada tahun 1998 tanpa menjelaskan skala gempa yang terjadi pada 1998 lebih kecil daripada gempa 2018. Turbulensi ekonomi pada 1998 dipicu oleh krisis mata uang baht Thailand, sedangkan turbulensi pada 2018 dipicu oleh naiknya suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) dan diawalinya perang dagang Cina dan AS.

Pertama, suku bunga Fed diperkirakan akan naik pada September dan Desember ini menjadi 3,0-3,5 persen. Untuk menjaga nilai tukar rupiah, BI diperkirakan akan menaikkan bunga menjadi 6-7 persen.

Bunga LPS dan biaya dana perbankan diperkirakan akan naik. Biaya dana meningkat, maka bunga kredit pun akan naik. Potensi kredit bermasalah akan meningkat.

Kenaikan suku bunga bank sentral AS itu diperkirakan akan terus terjadi sampai akhir tahun 2019. Suku bunga bank sentral AS sebelum kebijakan Pelonggaran Moneter sebesar 5,25 persen. Diperkirakan, setelah kenaikan bulan September dan Desember ini, bank sentral AS akan menaikkan lagi secara bertahap.

Tekanan kenaikan bunga ini bertambah akibat upaya Pemerintah AS menutupi membesarnya defisit anggarannya dengan menaikkan bunga surat berharga pemerintah. Tekanan ganda suku bunga AS ini akan melemahkan rupiah yang efeknya akan terasa selama dua bulan.

Kedua, test of the truth diperkirakan akan terjadi pada Februari-Maret 2019. Pada saat itu, kita akan mengetahui apakah keriuhan perang dagang Cina dan AS akan benar-benar terjadi atau hanya merupakan strategi kampanye menghadapi midterm election di AS yang akan berlangsung sampai November 2018.

Posisi pemerintah yang membela kepentingan domestik melawan negara-negara yang dipandang merugikan perekonomian domestik diperkirakan dapat menaikkan elektabilitas partai Republik dalam midterm election. Ini test of the truth di AS.

Bila sekadar strategi kampanye maka turbulensi nilai tukar akan mereda. Bila perang dagang benar-benar terjadi maka turbulensi semakin besar.

Pada saat itu, indikator yang biasa digunakan untuk masa normal, yaitu rasio defisit transaksi berjalan terhadap PDB, tidak akan digunakan lagi. Rasio ini dipandang tepat untuk mengukur kemampuan ekspor dan impor serta investasi dalam jangka panjang.

Yang dipandang lebih tepat untuk mengukur larinya dana-dana asing adalah rasio net international investment position terhadap PDB. Rasio ini dipandang dapat menggambarkan kepercayaan pasar terhadap suatu negara karena mengukur besarnya dana asing yang keluar dan masuk dalam jangka pendek.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement