Ahad 16 Sep 2018 14:38 WIB

Kiai Ma'ruf: Arus Baru Ekonomi Berakar dari Sila Kelima

Kiai Ma'ruf berkonsentrasi pada pengembangan pengabdian kepada umat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
KH Ma'ruf Amin
Foto: EPA-EFE/BAGUS INDAHONO
KH Ma'ruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof KH Ma'ruf Amin  mengusung gagasan arus baru ekonomi Indonesia untuk maju sebagai Calon Wakil Presiden pada Pemilu 2019 mendatang. Menurut dia, arus baru ekonomi Indonesia tersebut pada hakikatnya berakar dari sila kelima Pancasila.

"Pada hakikatnya arus baru ekonomi Indonesia berakar dari sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," ujar Kiai Ma'ruf dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (16/9).

Hal ini disampaikan Kiai Ma'ruf saat menghadiri acara Konsolidasi Organisasi Menjelang Satu Abad Nahdlatul Ulama yang digelar di Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (15/9). Menurut Kiai Ma'ruf, berdasar pada sila kelima itulah arus baru ekonomi Indonesia akan berusaha mengikis berbagai disparitas antara kaum pemilik modal besar dengan pemodal kecil, antara produk global dan lokal, serta antara yang kaya dan yang miskin.

Dalam forum ini, Kiai Ma'ruf menawarkan solusi dalam format pergerakan NU untuk menjaga dan menyelamatkan umat dari ideologi yang salah, yang dapat menghancurkan NKRI. Selain itu, Kiai Ma'ruf  juga menawarkan pergerakan yang berkonsentrasi pada pengembangan pengabdian kepada umat (harakah khidmaiyyah).

"Diantara bentuk dari harakah khidmaiyyah yaitu melalui konsep arus baru ekonomi Indonesia," ucap Kiai Ma'ruf.

Di akhir forum ini, Kiai Ma'ruf kemudian menyampaikan permohonan doa sekaligus berpamitan kepada seluruh Nahdliyyin di Kalimantan Barat untuk melangkah maju ke dalam lingkup pemerintahan struktural sebagai cawapres 2019-2024.

Di acara yang sama, Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj menjelaskan bahwa konsolidasi organisasi yang diinisiasi oleh PBNU ini bertujuan untuk menata organisasi dari dalam serta mengatur kekuatan kultural yang sangat dahsyat.

"Rekonsiliasi sosial yang selama ini dilakukan oleh para kiai pesantren harus semakin ditingkatkan mengingat perkembangan zaman, globalisasi, kapitalisasi yang tidak terhindarkan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement