REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Malang Corruption Watch (MCW) menganggap, keterbukaan informasi Pemerintah Kota (Pemkot) Malang masih kurang. Dibandingkan kota/kabupaten lain, Koordinator MCW Fachrudin menilai Kota Malang termasuk kota yang tertutup.
"Terkait keterbukaan informasi, Kota Malang masih menjadi salah satu kota yang belum terbuka. Misalnya, terkait dokumen-dokumen informasi publik yang masih belum terbuka," ujar Fachrudin saat ditemui wartawan di Balaikota Malang.
Fachrudin mencontohkan, perihal Peraturan-peraturan Walikota, terutama APBD yang dinilai belum terbuka ke publik. Begitu pula dengan dokumen-dokumen kontrak pengadaan yang masih belum transparan.
Melihat situasi ini, Fahrudin menilai wajar apabila Kita Malang diterjang kasus korupsi berkali-kali. Menurut dia, salah satu penyebabnya terdapat pada minimnya keterbukaan informasi tersebut. Situasi ini menyebabkan proses-proses negosiasi tidak mampu lagi dikontrol masyarakat.
MCW menyarankan, Pemkot Malang agar segera membuka informasi apapun ke publik seluas-luasnya. Hal ini penting, terutama edukasi terlebih dahulu pada masyarakat mengenai bagaimana memeroleh informasi tersebut.
"Tentu masyarakat juga harus diberikan edukasi bagaimana agar dokumen publik ini bisa dibaca dan di-monitoring. Karena kalau hanya terbuka tapi publik tidak diajari, ya sama saja. Harus ke arah situ, dan smart city arahnya juga ke sana. Harus ada edukasi yang baik ke masyarakat dan masyarakat harus lebih aware pada pemkot," tambah dia.
Di kesempatan berbeda, Kadis Kominfo Kota Malang, Zulkifli Amrizal sepakat dengan perlunya transparansi di Pemkot Malang. Zulkifli menilai, lembaga terkait di Kota Malang sebenarnya sudah memiliki kanal untuk menginformasikan apapun ke masyarakat setempat. Hanya saja konsep dan informasi yang disajikan belum terlalu lengkap.
"Sudah ada tapi kurang lengkap saja. Ke depan akan dilengkapi, kita lihat aturan kalau memang itu bisa diketahui masyarakat, ya kita tampilkan saja," tegasnya.