Jumat 14 Sep 2018 19:10 WIB

7 Juta Pemilih Berpotensi tak Bisa Nyoblos di Pemilu 2019

Menurut data KPU, sebanyak tujuh juta pemilih belum memiliki KTP-el.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Anggota KPU, Viryan  dalam acara rapat pleno terbuka  Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap untuk pemilu 2019 di  Kantor KPU, Jakarta, Rabu (9/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Anggota KPU, Viryan dalam acara rapat pleno terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap untuk pemilu 2019 di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (9/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umun (KPU), Viryan, mengungkapkan adanya potensi lebih dari tujuh juta pemilih akan kehilangan hak pemilihnya pada Pemilu 2019. Jutaan pemilih ini belum memiliki KTP-el hingga penetapan daftar pemilih tetap (DPT) hasil perbaikan pada 16 September nanti.

"Yang menjadi kekhawatiran kami ada potensi sekitar tujuh juta pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019 karena tidak mempunyai KTP-el atau belum melakukan perekaman data KTP-el," ujar Viryan ketika dijumpai wartawan di KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/9).

Dia lantas menjelaskan asal angka sebanyak tujuh juta orang tersebut. Menurut Viryan, sebenarnya terdapat potensi 10.813.543 pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Temuan sebanyak lebih dari 10 juta ini diperoleh dari jumlah data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) sebanyak 196.545.636 yang dukurangi jumlah daftar pemilih tetap (DPT) nasional sebanyak 185.732.093 orang.

"Dari jumlah 10 juta lebih itu, nanti sebagian akan masuk dalam daftar pemilih khusus (DPK) atau pemilih yang bisa menggunakan KTP-el untuk melakukan pemungutan suara. Namun jumlah DPK ini sangat terbatas, hanya dua persen dari jumlah DPT atau sekitar 3.714.641 pemilih," paparnya.

Sebab, jumlah surat suara tambahan untuk pemilu hanya disediakan sebanyak dua persen. Karena itu, nantinya ada potensi sisa pemilih yang belum masuk ke DPK sebanyak 7.089.902 orang.

"Sekitar 7.089.902 pemilih inilah yang terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya," tegas Viryan.

Dari jutaan pemilih ini, ada dua jenis kategori. Pertama, pemilih pemula yang sudah ada dalam database kependudukan, tetapi setelah penetapan DPT sampai pemungutan suara pemilu 17 April 2019 mendatang baru berulang 17 tahun.

"Untuk pemilih pemula ini, kami mengusulkan ada perlakuan khusus dari pemerintah untuk mencetak KTP-el lebih awal sehingga mereka bisa masuk di DPT. Usulan ini mendorong untuk menjamin hak konstitusional warga negara," tutur dia.

Kedua, pemilih yang memang sama sekali belum memiliki KTP-el atau belum merekam KTP-el, seperti suku-suku di pendalaman. Bagi mereka, kata Viryan, tidak ada cara lain selain segera merekam KTP-el agar bisa menggunakan hak pilihnya.

"Idealnya, perekaman KTP el sudah selesai sebelum penetapan DPT. Namun, kondisi sekarang, mau tidak mau Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) atau warga harus proaktif untuk mendapatkan KTP-el yang bisa dijadikan syarat memilih. Intinya, hal-hal yang bersifat administratif tidak boleh menghalangi hak konstitusional warga negara untuk memilih," tambah Viryan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement