Jumat 14 Sep 2018 08:52 WIB

Jurus Tiga Otoritas Ekonomi Hadapi Pelemahan Rupiah

Sejak Mei 2018, suku bunga acuan BI sudah dinaikkan dan trennya tetap naik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kedua kanan), Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara (kiri) dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/9).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kedua kanan), Deputi Gubernur Senior Mirza Adityaswara (kiri) dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/9).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Ahmad Fikri Noor, Iit Septiyanigsih

Bank Indonesia (BI) akan terus menerapkan kebijakan moneter ketat hingga 2019. Langkah ini diperlukan untuk menjaga nilai tukar di tengah ketidakpastian global yang masih akan berlanjut hingga tahun depan.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, bank sentral Amerika Serikat (AS) the Federal Reserve (the Fed) masih akan menaikkan suku bunganya pada 2019. Dengan begitu, negara-negara lain perlu ikut menyesuaikan suku bunga.

"Kebijakan BI pada 2019 masih harus hawkish. AS pasti naikkan suku bunga, negara tetangga juga," kata Mirza saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Kamis (13/9). 

Dalam terma ekonomi keuangan, istilah hawkish yang disampaikan Mirza umumnya mengarah ke 'langkah agresif'. Lawan dari hawkish adalah dovish, yang mengacu pada konservatif, tidak agresif.

BI memperkirakan, Mirza menjelaskan, the Fed akan kembali menaikkan suku bunga di rentang 0,75 persen-1,25 persen pada 2019. Jika itu terjadi, Indonesia perlu menyesuaikan suku bunga demi menjaga daya tarik pasar keuangan sehingga dana asing tetap masuk ke dalam negeri.

Sejak Mei 2018, Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 1,25 persen dari 4,25 persen menjadi 5,5 persen. Terakhir, kenaikan dilakukan dalam rapat dewan gubernur (RDG) BI pada pertengahan Agustus 2018. RDG tersebut memutuskan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5 persen.

Baca Juga: Pelemahan Dolar AS Masih Berlanjut

Walau tahun depan suku bunga the Fed akan naik lagi, Mirza meyakini tekanan global dapat lebih terkontrol. Atas alasan itu pula, BI dan pemerintah berani memasang asumsi kurs dalam RAPBN 2019 sebesar Rp 14.300-Rp 14.700 per dolar AS.

BI menduga, kenaikan suku bunga the Fed akan terjadi dari level 2 persen menjadi 3,25 persen. Rentang kenaikan itu tidak akan menimbulkan gejolak global ketika suku bunga the Fed naik dari 0,25 persen menjadi 2 persen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement