REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Petugas Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung menggerebek pabrik garam yodium ilegal di Jalan Wala Abadi, Kampung Kroy, Kelurahan Way Laga, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung. Sebanyak 50 ton garam tak berizin dari BPOM tersebut diamankan. Selebihnya garam produksi pabrik tersebut telah beredar di masyarakat.
Wakil Kepala Polda Lampung Brigjen Pol Angesta Romano Yoyol mengatakan, petugas telah mengecek sampel garam produksi perorangan tersebut pada akhir Agustus 2018. “Hasilnya, pabrik tersebut mengolah garam konsumsi masyarakat tanpa izil edar dari BPOM,” kata Angesta R Yoyol pada ekspos di Mapolda Lampung, Kamis (13/9).
Petugas menahan 50 ton garam yang telah diproduksi dan menjadikan seorang tersangka yang bertanggung jawab pada pabrik garam tersebut. Sedangkan karyawan pabrik, ujar dia hanya sebagai saksi. Karena sebagai pekerja dia tidak tahu menahu mengenai asal usul garam dan proses perizinan.
Ia mengatakan pabrik tersebut telah memproduksi dan memperdagangankan produk olahan pangan berupa garam tanpa izin edar dari BPOM. Petugas terpaksa menyegel barang bukti garam ilegal tersebut yang tersimpan di gudang usaha milik UD Tiga Permata.
Wakapolda Angesta menyatakan, garam yang diproduk pabrik tersebut rawan penyakit. Karena hasil uji laboratorium bahan garam tersebut dapat menyebabkan penyakit gondok karena kandungan yodiumnya tidak sesuai untuk konsumsi manusia.
Pabrik garam ilegal tersebut, anehnya telah berproduksi lebih dari setahun. Dan hasil produksi diedarkan ke pasar-pasar tradisional dan juga warung-warung di Kota Bandar Lampung. Angesta Yoyol menyatakan, unit dagang usaha pabrik garam tersebut hanya pengemasan. “Sedangkan bahan garamnya dari Jawa,” katanya.
Pemilik Unit Usaha Tiga Permata, Ariyanto (47 tahun) mengaku, sudah mengurus izin edar di BPOM namun hasilnya belum keluar. Ia pun tetap melakukan produksi garam dan menjualnya. “Izin edarnya belum keluar, masih dalam proses,” kilahnya.
Menurut dia, bahan baku garam dikirim dari Jawa. Sedangkan pabriknya hanya proses pengemasan. Mengenai peredaran garamnya, ia mengaku konsumen mengambil garam kemasan dan dijual di pasar-pasar tradisional. Beredarnya, kata dia, hanya di Kota Bandar Lampung.
Sebulan pabriknya dapat memproduksi 20 ton garam. Garam dalam kemasan tersebut dijual ke pasar-pasar tradisional, dan juga diambil pedagang perantara lainnya.
Ia mengklaim garam kemasannya masih sehat dan tidak berbahaya. Hanya saja, ungkap dia, produksi garam di pabriknya belum keluar izin edar dari BPOM. Ia juga tidak mengetahui alasan terhambatnya izin edar produknya keluar hingga lebih dari satu tahun. Padahal, pabrik pribadinya telah beroperasi lima tahun dan telah memasarkan ke masyarakat dengan harga Rp 3.000 per kg.