Kamis 13 Sep 2018 14:55 WIB

Menteri PPPA: Invasi Industri Rokok Sangat Mengkhawatirkan

Laporan WHO 2016 ada 1,2 miliar perokok di seluruh dunia.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Gita Amanda
Pemerintah terus mendorong pelaku industri rokok melakukan diversifikasi produk. Hal ini disampaikan dalam Konferensi Asia Pasifik untuk Tembakau dan Kesehatan ke-12 (APACT12th) di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/9).
Foto: Mutia Ramadhani/REPUBLIKA
Pemerintah terus mendorong pelaku industri rokok melakukan diversifikasi produk. Hal ini disampaikan dalam Konferensi Asia Pasifik untuk Tembakau dan Kesehatan ke-12 (APACT12th) di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/9).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Yohana Susana Yembise, menilai invasi industri rokok di negara-negara Asia Pasifik, termasuk Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2016 menyebutkan ada 1,2 miliar perokok seluruh dunia di mana 800 juta di antaranya berada di negara berkembang.

"Enam juta orang meninggal karena merokok dan hampir separuhnya berasal dari negara-negara Asia Pasifik. Invasi industri rokok sudah sangat mengkhawatirkan," katanya dalam Konferensi Asia Pasifik untuk Tembakau dan Kesehatan ke-12 (APACT12th) di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/9).

Yohana mengatakan peningkatan jumlah industri tembakau di negara-negara Asia Pasifik berperan penting sebagai pemicu angka kematian tinggi di wilayah tersebut. Produksi rokok di Indonesia misalnya telah mencapai 336 miliar batang pada 2017 dan diprediksi meningkat menjadi 524 miliar batang pada 2020.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok tertinggi ketiga di dunia, setelah Rusia dan Cina. Yohana menyebut liberalisasi industri tembakau yang menarget anak-anak dan perempuan sebagai pasar telah terjadi saat ini.

Kementerian Kesehatan pada 2017 melaporkan dua hingga tiga dari 10 anak Indonesia berusia 15-19 tahun adalah perokok. Persentase jumlahnya meningkat dari 12 persen pada 2001 menjadi 24 persen pada 2016.

"Kelompok usia remaja yang merokok juga mulai bergeser ke tingkatan lebih muda, yaitu 10-14 tahun. Survei sosio-ekonomi nasional pada 2016 melaporkan 34,71 persen anak-anak berusia 5-17 tahun merokok lebih dari 70 batang per pekan," kata Yohana.

Perempuan dan anak-anak, sebut menteri asal Manokwari, Papua ini adalah kelompok paling rentan menjadi perokok pasif. Risikonya lebih berbahaya dari perokok aktif. Kementerian Kesehatan pada 2016 menyebutkan 43 juta anak terpapar asap rokok dan 11,4 juta di antaranya berada di rentang usia sangat muda, empat tahun.

"Anak-anak yang terpapar asap rokok, pertumbuhannya tidak optimal dan mereka bisa menderita stunting," ujar Yohana.

Perempuan adalah tokoh sentral dalam membangun generasi masa depan yang sehat dan kompetitif. Perempuan, kata Yohana harus diberdayakan untuk melindungi diri mereka sendiri dari merokok, perokok pasif, dan melindungi anak-anak mereka dari rokok.

Sejak 2010 Kementerian PPA menggiatkan Kota Ramah Anak dengan 24 indikator, salah satunya adalah mengharuskan kebijakan, program, dan kegiatan masing-masing daerah terkait dengan penertiban kawasan merokok, pengendalian iklan, promosi, dan sponsor rokok. Intinya masing-masing kabupaten dan kota didorong membatasi rokok. Hasilnya sampai saat ini sekitar 43,2 persen kabupaten kota di Indonesia sudah memiliki peraturan khusus tentang ini.

Ketua Penyelenggara APACt12th, Arifin Panigoro menambahkan berinvestasi pada generasi sehat dan produktif akan membawa hasil nyata. Konsumsi dan produksi tembakau yang tidak terkendali hanya akan mengagalkan tujuan tersebut.

"Di sini sebanyak 29 negara Asia Pasifik hadir untuk mengambil tindakan kolektif mengendalikan tembakau," katanya.

Indonesia sebagai negara berpopulasi terbesar keempat di dunia dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara bertanggung jawab menjawab tantangan tersebut. Pemerintah dan masyarakat, sebut Arifin perlu mengambil tindakan tegas untuk menerapkan aturan dan undang-undang bebas asap rokok, melarang iklan tembakau dan segala bentuk sponsorship, menaikkan pajak rokok, dan menggandeng petani tembakau.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement