Rabu 12 Sep 2018 17:03 WIB

Rhenald Kasali Raih Writer of the Year dari IKAPI

Rhenald Kasali dianggap sebagai penulis Indonesia yang berpengaruh.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Rhenald Kasali.
Foto: Ist
Rhenald Kasali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada tahun ini memberikan anugerah Writer of the Year 2018 kepada Rhenald Kasali. Rhenald Kasali, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan pendiri Rumah Perubahan.

Penghargaan tersebut diberikan saat pembukaan Indonesia International Book Fair (IIBF) 2018 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (12/9). Pameran buku ini diselenggarakan mulai hari ini hingga Ahad (16/9).

IKAPI menilai lewat karya-karyanya, telah menjadikan Rhenald Kasali sebagai penulis Indonesia yang berpengaruh. Buku-bukunya selalu menjadi best seller, pandangan- pandangannya dikutip sebagai referensi kaum muda dan para pemimpin. Setiap kali kolomnya terbit selalu viral dan turut meluruskan segala kesimpangsiuran.

Rhenald dianggap sebagai orang pertama yang 'memaksa' masyarakat Indonesia agar berwirausaha pada tahun 1998-2000 saat terjadi gelombang PHK besar- besaran. Dia juga yang memperkenalkan pentingnya perubahan dalam buku Change! Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah yang Anda Tempuh, Putar Sekarang Juga. Lalu, begitu sejumlah orang menuding masalah menurunnya daya beli, dia pula yang menjelaskan penyebabnya, yaitu efek Disruption (2017).

Tahun ini, pandangan-pandangannya menjadi fenomenal karena uraiannya yang menggoda dalam buku The Great Shooting yang menjadi top book sale mengalahkan buku-buku fiksi.

"Manusia punya kecenderungan untuk lebih percaya pada cerita (fiksi) ketimbang fakta atau data," ujar Rhenald Kasali dalam sambutannya.

Menurutnya hal ini menjadi rumit di era disrupsi, karena mesin pintar mempunyai fitur filter bubble yang membuat manusia tenggelam dalam realitas subyektifnya masing-masing.

"Mesin pintar dengan kecerdasan buatan itu bisa membaca keinginan manusia, sehingga bukan lagi fakta, melainkan cerita-cerita yang memuaskan batin yang sampai ke tangan masing-masing manusia Indonesia," ucap dia.

Dengan demikian, ia menilai peran akademisi sebagai penjaga pintu gerbang ilmu menjadi lebih rumit. Akademisi dengan keahlian nonfiksi dituntut mengartikulasikan kebenaran dalam bentuk cerita untuk turut mencerdaskan bangsa. Karena di tangan ilmuwan, setiap informasi harus melewati proses validasi.

Ketidakmampuan para akademisi melakukan hal itu berakibat fatal bagi masa depan dan kemajuan bangsa. Masyarakat akan dipenuhi oleh ruang-ruang kosong kebenaran yang lalu diisi oleh hoax, cerita-cerita yang menakutkan namun menorehkan luka-luka dan kebencian.

"Maka di negeri ini critical thinking dan big picture thinking menjadi suatu kemewahan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement