Selasa 12 Sep 2017 00:32 WIB

Pengusaha Sarung di Majalaya Kurangi Produksi

Bahan baku yang mahal akibat pelemahan rupiah mengancam usaha sarung.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Friska Yolanda
Pekerja menyelesaikan pembuatan sarung tenun khas Majalaya di pabrik HJ, Ai, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (17/5).
Foto: ANTARA FOTO/Novrian Arbi
Pekerja menyelesaikan pembuatan sarung tenun khas Majalaya di pabrik HJ, Ai, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pengusaha sarung di industri kecil dan menengah (IKM) Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, mengurangi produksi sarung dan terancam mengalami gulung tikar. Hal tersebut terjadi karena harga bahan baku benang yang naik sampai 40 persen akibat nilai rupiah melemah terhadap dolar AS.

Salah seorang pelaku usaha, Aep Hendari (54 tahun) mengungkapkan setelah Idul Fitri 1439 kemarin, harga bahan baku benang mengalami kenaikan sampai lima kali lipat. Rata-rata setiap kenaikan mencapai empat persen. Terakhir, ia menuturkan kenaikan terjadi Agustus dan awal September kemarin.

"Kenaikan harga bahan baku benang mencapai 20 persen dari Rp 25 ribu menjadi Rp 30 ribu per kilogram. Kemudian, September naik Rp 5.000 per kilogram," ujarnya, Selasa (11/9).

Baca juga, Pengiriman Haji Penyebab Rupiah Melemah? Ini kata Kemenag

Menurutnya, jika dikalkulasikan, total kenaikan sudah mencapai 40 persen dari Rp 25.000 menjadi Rp 35.000 per kilogram. Kenaikan harga yang terakhir membuat pelaku IKM kain sarung di Majalaya mengaku tidak bisa berbuat banyak.

Saat ini, ia hanya bisa mendapatkan bahan baku sebanyak 60 persen dengan jumlah modal yang sama sebelum kenaikan harga. Akibatnya, volume produksi terpaksa diturunkan dan jam kerja karyawan dikurangi.

"Sekarang tak seimbang antara pengeluaran dan pemasukan. Saya pribadi tidak mungkin menambah modal, sebab harga jual masih sama," katanya.

Koordinator IKM Tekstil dan Produk Tekstil Majalaya Agus Ruslan mengatakan, akibat harga bahan baku benang yang naik menyebabkan sebagian pelaku usaha gulung tikar. Sebab, mereka tidak bisa mempertahankan volume dan menutupi biaya produksi.

"Ada dua pelaku IKM sarung Majalaya tutup usaha awal 2018. Salah satunya yang gulung tikar memiliki 500 mesin dengan volume produksi 5.000 kodi per pekan dan mempekerjakan sedikitnya 1.000 karyawan," katanya.

Menurutnya, saat ini hanya tersisa 59 IKM sarung yang masih bertahan. Mereka sudah mengurangi volume produksi dan jam kerja karyawan hingga 80 persen. Ia menyebut jika terus dibiarkan, sentra kain sarung Majalaya bisa benar-benar tutup total. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement